Karena “tradisi hijab” sudah menjadi bagian dari kebudayaan “masyarakat agama” dan “masyarakat sekuler” sejak peradaban Mesopotamia, yang kemudian dilanjutkan oleh Yahudi, Kristen, dan “si bungsu” Islam (lihat postingan-postinganku sebelumnya), maka salah kaprah jika ada kaum Muslim & Muslimah yang mengklaim bahwa hijab itu “properti Islam” semata. Asal-usul hijab ini kan bukan dari Islam, bagaimana ceritanya kok tiba-tiba sejumlah umat Islam mengklaim sebagai “pemilik hijab yang sah”.

Dengan begitu, jika ada non-Muslimah (umat Kristen & Yahudi khususnya) yang mengenakan jilbab & hijab, misalnya, bukanlah sebuah pelecehan atau penodaan terhadap Islam karena pemakaian hijab itu juga diamanatkan dalam kitab-kitab suci mereka. Ingat, bukan hanya Al-Qur’an yang memuat pesan hijab ini tapi juga dalam kitab-kitab Yahudi dan Kristen.

Jangan lupa, sebagaimana Islam, agama Yahudi dan Kristen juga lahir di Timur Tengah, bukan Eropa, apalagi Amerika. Oleh karena itu sangat wajar jika ketiga agama serumpun ini memiliki sejumlah kesamaan ajaran, norma, dan tradisi keagamaan, termasuk tradisi hijab ini.

Jika memang tradisi hijab hanya “milik Islam” saja, tentunya semua umat Kristen dan Yahudi menolak memakai hijab. Kenyataanya tidak. Kaum perempuan kontemporer dari sejumlah komunitas ortodoks Yahudi dan Kristen memakai hijab (bahkan niqab atau penutup wajah).

Kaum perempuan Kristen di kawasan Arab seperti Palestina, Bahrain, Suriah, Mesir, Lebanon, Oman, Kuwait dlsb juga berhijab. Meskipun tentu saja ada yang tidak memakainya karena itu pilihan masing-masing individu. Kaum perempuan Kristen yang tinggal di Saudi (biasanya kaum migran dari Suriah, Bahrain, Palestina, Mmesir, atau Lebanon) juga memakai abaya (jilbab ala Saudi), meskipun tanpa niqab.

Saya menulis begini nanti dikira melecehkan islam dan Al-Qur’an. Wong “ditunjukin jalan yang benar” kok malah ngeyel & marah-marah. Ini kan seperti ada orang buta yang mau “nyemplung” got, kemudian ada orang yang mau menolong dan menuntunnya ke “jalan yang benar”, eh malah si penolong tadi dimaki-maki…

Artikulli paraprakArab Menjadi Barat, Indonesia Menjadi Arab (4)
Artikulli tjetërBahasa Arab Bukan Monopoli Umat Islam
Antropolog Budaya di King Fahd University, Direktur Nusantara Institute, Kontributor The Middle East Institute, Kolumnis Deutsche Welle, dan Senior Fellow di National University of Singapore.

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini