Setiap akhir semester di kelas Antropologi Budaya, saya selalu mendesain kelas menjadi grup kecil (pair) terdiri dari dua mahasiswa untuk “presentasi etnografi” tentang budaya sebuah masyarakat, baik Arab maupun non-Arab. Setiap semester saya mengajar sekitar 100-an mahasiswa Arab yang dibagi menjadi tiga kelas.
Ada yang presentasi tentang aneka ragam kebudayaan masyarakat Arab di Timur Tengah dari soal musik, sya’ir, tarian, pernikahan, khitan, bercocok-tanam, tata-busana, pengobatan tradisional, kuliner, dan masih banyak lagi. Karena murid-muridku dari berbagai negara Arab, mereka pun memperkenalkan kemajemukan budaya dari negara mereka masing-masing: Saudi, Palestina, Suriah, Yaman, Mesir, Tanzania, Bahrain, dlsb. Ada pula yang menampilkan keunikan tradisi dan budaya masing-masing suku dan klan Arab yang berjumlah ribuan.
Dari sini saya belajar banyak tentang pluralitas budaya, tradisi, dan pendapat dari suku dan masyarakat Arab. Dari mereka saya menjadi tahu bahwa Arab: masyarakatnya, tradisinya, budayanya, dialek bahasanya, adat berpakaiannya dan sebagainya bukanlah “masyarakat tunggal” yang seragam dan monolitik. Mereka sesungguhnya adalah komunitas yang sangat warna-warni karena itu keliru besar jika kita menganggap mereka sebagai komunitas tunggal dan seragam.
Bukan hanya kebudayaan Arab, ada pula mahasiswa yang saya minta untuk presentasi tentang kebudayaan masyarakat non-Arab. Semester ini ada yang presentasi tentang komunitas Yahudi Heradi, Amish, Mormon, Hui, Pasthun, Quaker, Maori, Gypsy, Kurdi, Berber, Semai, dan masih banyak lagi. Ada pula yang saya minta untuk presentasi beberapa kelompok etnik di Indonesia.
Tujuan semua ini tentu saja untuk memperkenalkan para mahasiswa Arab tentang kemajemukan tradisi, budaya, dan agama masyarakat non-Arab. Saya lihat para mahasiswa sangat antusias dan senang sekali dengan model presentasi etnografi ini.
Saya selalu menekankan kepada mahasiswa tentang pentingnya menghormati dan menghargai perbedaan dan keragaman budaya. Masalah “sesat dan tidak-sesat” bukan urusan manusia dan antropolog. Tugas kita sebagai manusia dan sebagai “mahasiswa antropologi” adalah mempelajari, mendalami, dan mengambil hikmah (wisdom) dan pelajaran dari keanekaragaman budaya suku-bangsa tadi. [SQ]