Menurut informasi Pak Bob (Professor Robert Hefner), karena kompetisi memperebutkan beasiswa doktoral di BU sangat ketat, maka komite beasiswa yang diketuai oleh Professor Herbert Mason (kini sudah emeritus), memutuskan untuk meminta aplikan menulis sebuah “artikel jurnal” 15-20 halaman atau draf proposal rencana disertasi tentang hal-ikhwal yang berkaitan dengan studi keislaman.
Mereka memberi waktu 4-5 hari untuk merampungkan draf artikel tersebut. Seperti saya singgung sebelumnya, departemenku (Antropologi) tidak memiliki beasiswa doktoral. Tetapi ada sejumlah beasiswa doktoral di BU yang disediakan sejumlah lembaga: seperti Presidential Fellowship, Dean Fellowship, Marthin Luther King, Jr Fellowship, Muslim Studies Fellowship, dlsb.
Masing-masing departemen/jurusan di BU yang berjumlah ratusan, biasanya mengirimkan “duta” masing-masing untuk dikompetisikan guna meraih beasiswa dengan “duta” dari departemen-departemen lain. Waktu itu, saya menjadi “duta” departemen antropologi untuk dipertandingkan memperebutkan “Muslim Studies Fellowship” karena dipandang CV-ku cocok untuk kategori beasiswa ini. Meskipun namanya “Muslim Studies Fellowship”, beasiswa ini bukan berarti khusus untuk Muslim tetapi untuk siapa saja yang fokus disertasinya nanti tentang masyarakat Islam atau kajian-kajian keislaman.
Pak Bob kembali menulis email:
“Sebaiknya dalam artikel nanti, untuk meyakinkan tim komite beasiswa, khususnya Professor Mason, Mas Manto menulis atau menekankan tentang pentingnya Islam atau keislaman Asia Tenggara, khususnya Indonesia, untuk menambah kajian-kajian atau literatur keislaman di akademisi Barat yang masih didominasi tentang Islam Arab atau Timur Tengah. Singgung juga tentang perkembangan Islam moderat di Indonesia. Dan yang paling penting adalah ceritakan tentang transmisi Sufisme atau tasawuf dari Arab/Timur Tengah ke Indonesia, khususnya “tasawuf falsafi” karena Professor Mason adalah ahli di bidang sejarah keislaman, khususnya sejarah dan perkembangan tasawuf. Jangan lupa, sebelum Mas Manto kirim ke mereka, kirim dulu ke saya, mau saya cek dulu sudah oke atau belum.”
Herbert Mason adalah professor (emeritus) di bidang Arabic and Islamic Studies yang memiliki spesialisasi di bidang kajian Sufisme, khususnya tasawuf falsafi. Beliau jugalah yang menerjemahkan karya-karya Louis Massignon (1883-1962), seorang sarjana Katolik dan tokoh berpengaruh Perancis yang ahli di bidang sejarah keislaman dan tasawuf. Louis Massignon juga aktivis yang mempromosikan harmoni Islam-Kristen. Louis Massignon menulis buku berjilid-jilid tentang “Sufi legendaris” al-Hallaj. Professor Mason adalah murid Louis Massignon ini, dan beliaulah yang menerjemahkan karya-karyanya tentang al-Hallaj ke dalam Bahasa Inggris.
Segera setelah mendapatkan saran dari Pak Bob, saya lansung tancap gas untuk menulis artikel seperti yang diminta komite beasiswa. Waktu itu Virginia musim dingin, dan hawa dingin menusuk ke ruang-ruang apartemenku. Maklum, jendela apartemenku dulu rusak sehingga hawa dingin leluasa menggerayangi daleman apartemenku. Dengan sangat terpaksa, pakaian dan jaket-jaket tebal yang mestinya dipakai diluar rumah, saya pakai di dalam rumah persis seperti suku-suku eskimo he he.
Sambil menahan hawa dingin yang luar biasa, saya terus memaksakan menggerakkan jari-jemariku menulis artikel siang-malam seperti yang diminta komite beasiswa dan seperti yang disarankan oleh Pak Bob. Sesekali “laptop jadul” pemberian seseorang itu ngadat, mungkin karena ikut kedinginan he he.
Setelah melembur siang-malam selama 4 hari, jadilah artikel dimaksud dan segera saya kirim ke Pak Bob. Keesokan harinya Pak Bob menulis email lagi: “Mas Manto, artikel ini sangat bagus dan meyakinkan. Saya optimis, Anda akan diberikan beasiswa doktoral oleh BU. Kita berdoa saja.”
Setelah Pak Bob oke, saya pun segera mengirim artikel itu ke Professor Mason. Berhari-hari saya menunggu sambil gelisah tak karuan dan hati was-was tak menentu. Kemudian pada suatu saat, Professor Mason menulis email singkat sekali: “Dear Sumanto, Welcome to BU”.
Baca juga:
Betapa girangnya waktu itu membaca email singkat Pak Herb Mason. Rasanya seperti habis orgasme saja he he. Segera saya menulis email ke Pak Bob dan membeli “kartu telpon” $10 untuk menelpon orang tuaku di kampung di Batang, Jawa Tengah. Kira-kira, bagaimana respons orang tuaku waktu itu? (Bersambung)