Tidak seperti Pilpres 2014 & 2019 yang begitu “heroik” mendukung Jokowi karena alasan yang saya anggap fundamental saat itu, Pilpres kali ini (Pilpres 2024) saya cenderung pasif dan kurang bergairah.
Saya tahu banyak temanku yang mendukung dan bahkan menjadi “advokat” dan “cheerleaders garis keras”-nya Ganjar-Mahfud, Prabowo-Gibran, atau Anies-Imin.
Silakan saja mau memilih paslon yang mana. Itu hak masing-masing sebagai warga negara. Sebagaimana kalian, saya juga memiliki pilihan: baik memilih memilih atau memilih tidak memilih.
Saya hanya berharap, dalam menyalurkan dukungan tersebut harus “berkelas” dan “beradab”, jangan menggunakan cara-cara kotor dan biadab seperti dalam kontes Pilpres sebelumnya.
Pula, saya berharap para paslon, timses, dan pendukungnya juga menggunakan cara-cara elegan, bukan cara-cara menjijikkan dan memuakkan hanya demi memenangkan kontes Pilpres.
Misalnya: manipulasi suara dan aturan, “memperkosa” ayat dan agama, menyogok sana-sini, provokasi, intimidasi, kampanye hitam, dlsb. Betul-betul “njelehi” alias “menjelehkan.”
Ingat: kepentingan bangsa, negara, dan rakyat banyak harus tetap didahulukan ketimbang kepentingan diri dan kelompok primordial.
Entoh nanti setelah Pilpres, paslon manapun yang menang dan menjadi Pres-Wapres, paslon yang kalah beserta timses-nya akan mendapat jatah sebagai mentri ini-itu, wamen ini-itu, dubes sana-sini, dan jabatan fulitik menggairahken lainnya.
Sementara kaliyen wahai “rakyat jelatah” yang dedel-duel mendukung sampai putus persahabatan dan persodaraan cuma mendapat “kentutnya” doang. Betul-betul mbelgedes kakeane gombal mukiyo pret koprat kapret.
