“Because three years of war is enough, and another day in office for Bush and Cheney is too much”.
Begitulah bunyi selebaran yang disebarkan Charlottesville Center for Peace and Justice yang berbasis di Virginia, USA. Lembaga ini pada pertengahan Maret ini akan menggelar aksi kolosal untuk menentang perang di Iraq. Bulan Maret ini (mulai tanggal 15-20) memang akan terjadi aksi besar-besaran menentang perang dan kekerasan lain yang dilakukan rezim Bush di seantero AS seperti Atlanta, Boston, Hartford, Fayetteville, Los Angeles, New Orleans, Philadelphia, San Francisco, Syracuse, sampai Virginia dan tentu saja di Washington, DC. Demonstrasi massal ini dikemas dalam bentuk The National Campaign for Nonviolent Resistance. Dalam website, para penggerak demo ini meminta agar para demonstran membawa poster atau spanduk yang bertuliskan “Mourn the Dead, Heal the Wounded, End the War” (lihat di http://www.afterdowningstreet.org). Tujuan dari demo kolosal ini tidak hanya untuk menentang perang tetapi juga impeachment terhadap pemerintahan Bush. Dalam rangka berpartisipasi demonstrasi anti perang dan kekerasan terhadap sipil ini, Prof. Lisa Schirch meminta semua mahasiswa yang mengambil mata kuliahnya, Strategic Nonviolence: Activism and Advocacy (termasuk saya) untuk ikut demo di Washington, DC.
Sebelumnya, kampus tempat saya studi ini, Eastern Mennonite University’s Center for Justice and Peacebuilding, juga menghadirkan Jim Wallis, seorang aktivis, penulis terkenal dan pembicara publik yang sangat berpengaruh di AS. Dia juga pendiri Sojourners (Christians for peace and justice) sekaligus Editor-in-Chief/Executive Director Sojourners Magazine. Jim Wallis dan komunitas Sojourners telah memobilisasi massa untuk menentang kampanye (pepesan kosong) “War on Terrorism” yang didengungkan rezim Bush. Willis juga mengkritik keras pemerintahan Bush yang tidak menggunakan uang negara untuk kepentingan rakyat banyak dan menciptakan perdamaian di dunia. Budget, kata Willis, adalah “moral documents” yang harus digunakan untuk menciptakan kesejahteraan rakyat, mengentaskan kemiskinan, meningkatkan kualitas hidup rakyat, dll, bukan malah dipakai untuk membeli senjata, mengsponsori perang dan membunuh warga sipil yang tidak berdosa.
Jim Wallis adalah “fenomena baru” di AS. Dia tokoh AS kontemporer yang mengkritik baik kelompok “kanan” maupun “kiri”. Kata “kanan” disini mengacu pada pengertian politik maupun afiliasi keagamaan. Yang dimaksud “kanan politik” tidak lain adalah Partai Republik milik Bush sementara “kanan agama” berarti orang-orang Kristen konservatif dan “fundamentalis” (kebanyakan orang-orang Evangelical Christians) yang berada di belakang Bush dan Partai Republik. Merekalah yang terus mengompori Bush untuk terus maju dalam “War on Terrorism”. Sebagaimana umumnya kalangan fundamentalis di berbagai agama, maka Kristen “fundamentalis” pun mengfokuskan pada isu-isu spesifik dan personal/privat yang “diamanatkan” Bible/Perjanjian Baru seperti larangan liberalisme, freedom, aborsi, homoseksual, dll, sementara mereka melupakan isu-isu universal seperti kemiskinan, keadilan, perdamaian, civil rights, religious rights, dsb.
Adapun kata “kiri” mengacu pada “kiri politik” yakni Partai Demokrat dan “kiri agama” yakni kelompok moderat/liberal Kristen. Kelompok “kiri” ini lebih concern pada masalah human rights, civil rights, kemiskinan, health care, pendidikan, global environment, dsb yang berkaitan dengan hajat hidup banyak. Karena itu kelompok “kiri” ini juga mendukung aborsi dan homoseksual yang sekarang sedang ramai di AS sebagai konsekuensi dari penghargaan terhadap human rights tadi. Kedua kelompok “kanan” dan “kiri” ini terus bertarung saling mengkritik satu sama lain dan tidak jarang saling melecehkan. Kelompok “kanan” memandang orang-orang “kiri” sebagai “anti-Kristus”, pemuja kebebasan dsb, sementara kubu “kiri” menyindir kelompok “kanan” sebagai orang-orang yang sok agamis, kolot, anti HAM dan ketinggalan zaman.
Dalam konteks “pertarungan global” ini, Willis mengambil posisi “tengah”. Dia dan komunitas Sojourners mengkritik Bush dan orang-orang “kanan” karena dianggap terlalu cenderung pada masalah “skripturalisme” sementara mereka mengabaikan pesan moral kekristenan, yakni menciptakan keadilan dan perdamaian global. Di pihak lain, Willis juga mengkritik kelompok “kiri” yang, meskipun concern pada kemanusiaan sangat besar, tapi terkadang “terlalu liberal” seperti membolehkan free sex, jarang ke Gereja, jarang membaca Bibel dan semacamnya. Bagi Willis, orang Kristen yang ideal harus mengobarkan semangat cinta-kasih (pro rakyat miskin, anti perang, mendukung keadilan & perdamaian, dll) di satu sisi dan “saleh” di pihak lain (tetap menghayati Kristus & Bibel, anti seks bebas, dll). Dia mengungkapkan pendapatnya itu dalam buku yang provokatif dan sangat menarik yang kemudian menjadi best seller belum lama ini, God’s Politics: Why the Right Gets it Wrong and the Left Doesn’t Get it.
Pemerintahan Bush memang pantas dikritik keras dan di-impeach. “Kebijakan” perang yang dilakukannya telah menyebabkan ribuan orang sipil meninggal dunia (di Iraq saja lebih dari 100 ribu meninggal belum termasuk yang luka-luka dan cacat belum ditambah Afghanistan) dan kerugian miliaran dollar karena hancurnya properti/material lainnya. Akibat “kebijakan” membabi buta ini, pemerintahan Bush telah menghabiskan miliaran dollar hanya untuk mengurusi perang. Data yang dirilis dari website TrueMajority.Org menyebutkan bahwa pemerintah Bush telah menghabiskan $ 664 billion untuk program global military (bandingkan dengan Russia yang $ 50 billion dan China $ 51 billion). Alokasi budget dalam APBN AS adalah, al, sbb: Pentagon ($ 401 billion), children’s health ($ 41 billion), pendidikan ($ 34 billion), bantuan kemanusiaan luar negeri ($ 10 billion), head start semacam program khusus buat anak-anak AS untuk meningkatkan pendidikan mereka seperti pre-school ($ 7 billion). Demi ambisi mewujudkan cita-cita “war on terrorism”, Bush rela memangkas budget untuk orang miskin, pendidikan, pensiunan, health care, dll.
Lebih dari itu, Bush telah melakukan kebohongan publik yang luar biasa. “War on terrorism” dan WMD (Weapons of Mass Destruction—senjata pemusnah massal) sebetulnya hanyalah baju dan akal-akalan belaka dari Bush, tujuan utamanya adalah hendak menaklukkan negara-negara yang dianggap menjadi “musuh-musuh” AS. Dalam buku laris State of War, penulis James Risen yang juga jurnalis New York Times, menyebutkan dengan gamblang bagaimana bentuk-bentuk kebohongan itu termasuk persekongkolan CIA, Bush dan Blair. Dengan mengutip surat rahasia yang terkenal dengan nama Downing Street Memo, Risen berkesimpulan bahwa Afghanistan dan Iraq bukanlah yang terakhir, masih ada yang diincar Bush, yakni Saudi, Iran, Pakistan dan Korea Utara. “We wanted to go beyond Iraq,” kata Bush kepada Tony Blair dalam sebuah pembicaraan telephone rahasia pada Januari 2003. Jadi Iraq hanyalah “first step” dari sejumlah negara yang diincar Bush.
Alasan-alasan inilah yang mendasari orang seperti Jim Wallis, kaum pacifist dan lembaga atau komunitas pendukung perdamaian dan keadilan global hendak melakukan demo kolosal untuk menentang perang dan meng-impeach Bush—sebuah keputusan yang tepat dan patut didukung banyak pihak.