Pernyataan Aa Gymn yang kurang lebih menyamakan antara Ahok dan Fir’aun ini menggelitik untuk saya tanggapi karena pernyataannya yang “ngeles”, asal-asalan dan tidak ilmiah ini menjadi viral dan diikuti oleh banyak orang dan jama’ah unyu-unyu. Menyamakan Ahok dengan Fir’aun jelas tidak valid seperti “Joko Sembung naik ojek” alias gak nyambung jek.
Sepertinya Aa tidak paham “Fir’aun” itu jenis makhluk apa. Dan sepertinya juga, ia tidak menguasai sejarah Mesir kuno dimana “Fir’aun-Fir’aun” itu berada. Kenapa saya katakan menyamakan Ahok dengan Fir’aun itu tidak nyambung? Karena Ahok itu kan “person” sedangkan Fir’aun itu (atau disebut “Pharaoh”) adalah nama gelar semacam raja di zaman Mesir Kuno. Kalau mau membandingkan ya harus “jengkol to jengkol” dong. Jangan bandingkan jengkol dengan tongkol, misalnya, he he.
Anggapan Aa Gym bahwa “Fir’aun” hancur karena telah menistakan Allah juga ucapan yang ngeles dan tidak akademik. Konsep “Allah” tidak dikenal di zaman Mesir Kuno. Dan tidak semua Fir’aun di zaman Mesir Kuno mengklaim sebagai “Tuhan” atau “setengah Tuhan”. Hanya Fir’aun Ramses II saja yang terang-terangan mendeklarasikan diri sebagai “Tuhan”. Ada pula Fir’aun yang tidak mengaku sebagai Tuhan tetapi dipuja dan disembah layaknya Tuhan, contohnya Fir’aun Amanhotep I. Ada pula Fir’aun yang menyembah Tuhan seperti Amanhotep II yang membangun tempat ibadah khusus untuk beribadah menyebah Tuhan Horemakhet.
Lagi pula, dalam sejarah peradaban manusia di dunia ini, semua raja beserta kerajaan mereka, termasuk raja-raja dan kerajaan Islam (Umayyah, Fatimiyah, Abbasiyah, Andalusiyah, Ayubiyah, Saljuk, Usmaniyah, dan seterusnya) juga hancur-lebur ditelan sejarah. Apakah kehancuran mereka karena “menistakan” Allah?
Untuk memahami dengan baik konsep Fir’aun ini, kita perlu mendalami “Egyptology” yaitu disiplin khusus yang fokus pada kajian-kajian kesejarahan peradadaban Mesir, yang merupakan salah satu peradaban tertua di dunia dalam sejarah umat manusia. Konsep “kefir’aunan” dalam sejarah Mesir Kuno terjadi sekitar 3000an SM ketika Fir’aun Narmer berhasil menyatukan masyarakat Mesir Atas dan Mesir Bawah yang kemudian menandai babak baru sejarah Mesir dan mengakhiri zaman pra-sejarah Mesir.
Zaman kefir’aunan ini membentang selama ribuan tahun sampai kelak hancur di zaman Fir’aun Cleopatra VII sekitar tahun 30 SM dimana Mesir kemudian ditaklukkan oleh Kerajaan Romawi dan menjadi bagian dari kekuasaan Romawi. Mesir Kuno dibagi menjadi tiga bagian: Kerajaan Lama, Kerajaan Tengah, dan Kerajaan Baru. Pada zaman Kerajaan Baru inilah, muncul “tokoh legendaris” Israelite Musa (atau Moses) yang bermusuhan dengan “Fir’aun” yang kisah-kisahnya tidak hanya diceritakan dalam Kitab Keluaran saja tetapi juga dalam Al-Qur’an.
Pertanyaannya adalah: fir’aun siapakah gerangan pada zaman Musa itu? Nah ini yang menjadi perbedaan pendapat. Para sarjana ahli studi dan sejarah Bible berbeda pandangan mengenai hal ini. Ada yang mengatakan Thothmes (seperti Alfred Edersheim dalam Bible’s History), ada pula yang mengatakan Amenhothep dan Merneptah (seperti Henry H. Halley dalam Bible Handbook). Ayo para ahli studi Bible, ikut nimbrung komen dan berpendapat disini memberi pendidikan dan “pencerahan” kepada publik he he.
Sejak zaman Fir’aun Namer pada 3,000-an SM sampai Cleopatra VII itu, ada banyak sekali fir’aun dalam sejarah Mesir Kuno. Dan sebagai mana layaknya raja-raja (atau sultan atau apapun namanya) di dunia ini, ada fir’aun yang jahat dan bengis tapi ada pula fir’aun yang sangat baik dan mampu membawa Mesir ke dalam kemajuan yang luar biasa di berbagai bidang: teknologi, seni-sastra, ilmu pengetahuan, sistem irigasi, metode pengobatan, konstruksi bangunan, dlsb.
Membaca Al-Qur’an saja tidak cukup, perlu diiringi dengan wawasan kesejarahan memadai supaya pendapat-pendapat kita lebih akurat, tidak “asbun”. Al-Qur’an-nya benar, manusia yang membacanya yang kadang tidak akurat seperti Aa yang satu ini (bersambung).
sngat mencerahjan prof. saya ikuti terus
sngat mencerahjan prof. saya ikuti terus