Subhanallah betapa bergetarnya hatiku tatkala menyaksikan “mereka” mengerahkan massa dan berdemo begitu heroiknya, yang menurut mereka, demi membela para ulama yang telah dilecehkan. Sejumlah “pembesar Islam” pidato, ceramah, dan khutbah berapi-api “mengganyang” orang-orang yang menurut mereka telah menghina ulama.

Poster, spanduk, dan baliho di pajang dimana-mana sebagai “peringatan” untuk jangan sekali-kali menghina ulama karena itu adalah tindakan tabu atau pamali. Bahkan tidak sedikit yang mengafir-sesatkan dan menerakakan para penghina ulama ini. Tidak sampai disitu saja, ada juga lo yang sampai mewek-mewek menangis di hadapan para cameraman tipi (tahu kan yang saya maksud siapa? Itu tuh “Si Ucup” he he) gara-gara, katanya, para ulama telah dihina.

Saya bayangkan jika semangat atau “spirit pembelaan terhadap para ulama” ini betul-betul dijalankan dengan fair, imbang, adil, dan konsisten tentu akan luar biasa dampaknya bagi perdamaian bangsa, toleransi Islam, dan persatuan umat beragama. Sayang seribu sayang, mereka hanya heroik, gagah perkasa, dan “membela mati-matian” kepada para ulama tertentu saja yang kebetulan “klop” dengan kepentingan, pemikiran, dan tindakan mereka.

Sementara para ulama lain yang memiliki kepentingan, pemikiran, dan tindakan berseberangan dengan mereka, sama sekali tidak mereka bela. Alih-alih membela para ulama ini, mereka bahkan melakukan “kampanye hitam” dimana-mana untuk mendiskreditkan para ulama ini. Mereka memang mengerahkan massa tapi untuk mendemo dan menggeruduk para ulama ini. Mereka bukannya bicara santun tapi malah menghina dan mengsumpah-serapahi para ulama ini. Mereka bukannya menangis tersedu-sedu, malahan tertawa terbahak-bahak kegirangan. Ceramah dan khutbah rutin dilakukan untuk menghujat para ulama ini. 

Masyarakat Indonesia, baik Muslim maupun bukan, masih ingat dengan terang-benderang betapa “mereka” (baik massa maupun elit-nya) dulu setiap detik menghina, melecehkan, dan mengsumpahserapahi KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dengan sebutan “orang buta” dan sebutan-sebutan tidak pantas lain. Almarhum Gus Dur adalah seorang ulama besar serta anak dan cucu para ulama besar di Tanah Air (KH Achmad Wahid Hasyim dan Syaikh Hasyim Asy’ari) yang sangat dalam keilmuwan dan wawasan keislamannya.

Mereka juga rajin menghina Habib Quraish Shihab, Kiai Said Aqiel Siradj, Kiai Mustafa Bisri (Gus Mus), Alm. Nurchlish Madjid (Cak Nur), Buya Syafii Maarif, dan para ulama besar lain di Indonesia. Bahkan Syaikh Ahmad Muhammad al-Tayep, Mufti dan Imam Besar Al-Azhar, Mesir, mereka lecehkan dimana-mana. Ini belum termasuk penghinaan yang mereka lakukan terhadap para ulama Syiah, Ahmadiyah, dan sekte-sekte Islam lain. Para ulama Syiah, Ahmadiyah dan lainnya menjadi bahan lecehan dan luapan kedengkian mereka. Ini juga belum termasuk penghinaan kaum “Salafi ekstrim” terhadap para ulama tasawuf dan tarekat yang mereka anggap sesat dan kapir.   

Jika kata “ulama” ini diperlebar makna dan cakupannya, maka lebih banyak lagi yang menjadi target atau sasaran pelecehan dan penghinaan oleh “kelompok tengil” ini.  [SQ]

Jabal Dhahran, Arabia

Artikulli paraprakBabi, Ayam, dan Agama Semit (1)
Artikulli tjetër“Bencong Filipin”
Antropolog Budaya di King Fahd University, Direktur Nusantara Institute, Kontributor The Middle East Institute, Kolumnis Deutsche Welle, dan Senior Fellow di National University of Singapore.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini