Suatu saat ada seorang bule (B) yang sudah lancar berbahasa Indonesia sedang muter-muter menggunakan mobil sederhana mengelilingi kota Jakarta untuk melihat-lihat suasana dan keindahan “Jakarta baru” yang menurutnya karya Koh Ahok (mohon maap buat pendukung paslon Anies-Sandi karena memang “Jakarta baru” adalah “karya” Ahok, bukan Anies apalagi Sandi he he).

Sama seperti Si Bule tadi, Si Mamat (M) kebetulan juga sedang mengelilingi kota Jakarta, juga menggunakan sebuah mobil (entah mobil sendiri atau rental, itu tidak penting he he) yang katanya untuk menyaksikan keindahan kota “Jakarta baru” yang menurutnya hasil “karya” Anies, atau minimal karya “Gubernur” Bang Oji (salah satu ciri khas kaum penghayal tingkat dewa he he).

Saat Si Bule sedang enak-enaknya lihat-lihat pemandangan aduhai, tiba-tiba mobilnya ditabrak mobil Mamat. Bruk. Maka keduanya pun “adu mulut” alias cek cok.

B: Kamu gimana sih kok main tabrak seenaknya? Jadi peyok nih mobilku. Kamu harus tanggung jawab perbaiki mobil dan ganti kerugian!

Bukannya menuruti kemauan Bule, Mamat malah balik menggertak dan bertanya bak intelejen.

M: Kok kamu minta saya tanggung jawab memperbaiki mobil dan mengganti kerugian? Emang salahku apa? Yang salah kan kamu?

B: Lo, kok saya yang disalahkan? Yang menabrak mobilku kan mobilmu. Jadi kamu yang salah dong?

M: Lo, kamu ini bule tapi kok “pekok” ya? Pernah sekolah gak sih? Kamu bilang yang nabrak mobilku, ya kamu salahkan mobilnya dong. Masak salahkan aku?

B: Tapi mobilnya kan kamu yang menyetir jadi kamu yang salah dan ceroboh nyetir sehingga menabrak mobilku.

M: Kamu kok semakin “bego” bin “pekok” ya? Sudah jelas yang salah itu mobilku yang menabrak mobilmu itu mobilku, bukan diriku. Bukan hanya mobilku yang salah, kamu juga salah le (maksudnya “bule”).

B: Lo, kok malah balik saya yang disalahkan? Salahku apa?

M: Salahmu karena ada di Jakarta. Coba kalau kamu tidak di Jakarta, saya kan tidak menabrak kamu?

Sambil garuk-garuk kepala, Si Bule bergumam: “Mungkin inilah orang yang dimaksud dengan Si Mamat, anggota klub pentol korek atau pentil kirik itu.”

Artikulli paraprakDamailah Negeriku
Artikulli tjetërDemam Naik Gak Naik-Naik
Antropolog Budaya di King Fahd University, Direktur Nusantara Institute, Kontributor The Middle East Institute, Kolumnis Deutsche Welle, dan Senior Fellow di National University of Singapore.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini