Banyak yang tidak tahu kalau kebijakan luar negeri AS sebenarnya bertumpu pada apa yang disebut dengan “3 D-Security”, yaitu Defense, Development, dan Diplomacy. Tujuan utama dari tiga kebijakan luar negeri (foreign policy) ini adalah untuk menciptakan “keamanan” (security) masyarakat AS. Saya harus menggunakan tanda kutip dalam kata keamanan ini karena kata ini tidak hanya mengacu pada “keamanan politik” (misalnya, serangan teroris) tetapi juga “keamanan sosial-ekonomi” dan budaya sebagaimana akan saya jelaskan nanti.
Defense mengacu pada pengertian “mempertahankan” keamanan masyarakat AS dari serbuan pihak luar terutama gerakan teroris Muslim militan-fundamentalis maupun kelompok sosialis-komunis yang sewaktu-waktu bisa menyerang dan menghancurkan properti negeri adi daya itu. Kebijakan “defense” ini dioperasikan oleh departemen pertahanan AS. Development maksudnya adalah “program pengembangan” untuk “dunia ketiga” alias negara berkembang dan miskin yang menurut pemerintah AS konon untuk membantu negara-negara tersebut agar keluar dari jeratan kemiskinan dan keterbelakangan. Realisasi dari “proyek pengembangan” ini diserahkan pada USAID. Bantuan USAID ini terutama untuk kalangan NGO, CSO (Civil Society Organization), perguruan tinggi, dll. Adapun “diplomacy” adalah kebijakan luar negeri AS yang dilakukan jajaran pemerintah (government) untuk “mempengaruhi” negara-negara di luar AS agar tunduk/sejalan dan mendukung kepentingan politik (dan ekonomi) AS.
Dalam skema politik “diplomacy” ini tidak hanya dilakukan antar-pemerintah dalam bentuk diplomasi formal melainkan juga termasuk segala bentuk aktivitas individual atau kelompok masyarakat di luar AS yang didanai pemerintah AS. Maka berbagai program seperti pemberian beasiswa fulbright untuk sekolah di berbagai perguruan tinggi AS, “student exchange,” atau program-program pengiriman tokoh-tokoh masyarakat dan kelas menengah (policy makers, wartawan, pemimpin ormas, politisi, aktivis NGO, seniman, penulis, dll) untuk berwisata (formalnya: “studi banding”) ke kota-kota besar di AS bisa dibaca dalam kerangka “proyek diplomasi” pemerintah AS ini.
Alokasi Dana
Kebijakan “3 D-Security” ini adalah wajar dan sah-sah saja. Setiap negara berhak untuk merumuskan dasar-dasar filsafat foreign policy mereka. Masalahnya menjadi bermasalah karena pemerintah AS sangat tidak imbang dalam mengalokasikan budget untuk ketiga proyek “D” ini. Pemerintah (Republican) mengucurkan dana sekitar $401 billion (dana akan meningkat menjadi $600 billion untuk tahun mendatang) untuk sektor “Defense” sementara untuk program “Development,” menurut profesor studi politik Lisa Schirch dari Center for Justice and Peacebuilding, tidak lebih dari 0,5% dari total budget APBN AS (sekitar $10 billion). Bahkan menurut data yang dirilis TrueMajority.Org, pemerintah Bush telah menghabiskan $664 billion untuk program apa yang mereka sebut “global military” (termasuk untuk perang di Afghanistan dan Iraq)—sebuah “kebijakan” yang mendapat reaksi keras dunia bahkan dari kalangan masyarakat AS sendiri tetapi rezim AS bergeming.
Mereka tetap menjalankan proyek perang dengan dalih menghancurkan sarang terorisme dan menciptakan demokrasi serta perdamaian internasional seperti tersirat dalam buku yang ditulis John McCain, politisi senior Partai Republik dari Arizona dan pendukung berat Bush, dalam buku Battle for Peace yang baru terbit belakangan ini. Benar bahwa perang itu demi “demokrasi” akan tetapi “demokrasi menurut pemerintah Bush” bukan demokrasi seperti yang dirumuskan para filsuf Yunani dulu. Buktinya ketika Hamas memenangkan pemilu yang dilakukan secara demokratis di Palestine, Bush enggan untuk mengakuinya. Sepanjang Bush berkuasa, negara-negara lain akan terus diusik kecuali jika mereka mau “kompromi” seperti Lybia, Pakistan, dll. “We wanted to go beyond Iraq”, kata Bush dalam pembicaraan rahasia dengan Tony Blair pada Januari 2003 seperti ditulis James Risen dalam buku State of War.
Alokasi budget yang njomplang tadi tentu menimbulkan tanda tanya besar. Apa motivasi dibalik “3 D-Security” ini? Apakah kebijakan ini demi menjaga “kepentingan politik,” stabilitas nasional AS, global security, perdamaian internasional, dll seperti yang mereka (pemerintah) suarakan selama ini atau ada tendensi lain, misalnya kepentingan ekonomi? Jawaban sebagian besar masyarakat dunia sudah tahu: ada dorongan kuat untuk mengeruk aset-aset ekonomi masyarakat di luar AS untuk kepentingan AS!
Politik “Carrots and Sticks”
Jika kita amati dengan cermat, kebijakan “3 D-Security” ini merupakan manifestasi dari politik “carrots and sticks” untuk meminjam istilah ahli resolusi konflik dari Russia Olga Botcharova. Dalam kamus politik, istilah ini mengacu pada pengertian “kebijakan standar ganda” dimana pemerintah AS sebagai “policy makers dunia” di depan publik memberikan “carrots” berupa demokrasi, freedom, justice, peace, welfare, dll kepada masyarakat dunia ketiga sementara di belakang mereka menggunakan “sticks” (tentara, sanksi ekonomi, dll) untuk memukul mereka yang tidak mau mengikuti garis-garis besar haluan pemerintah AS. Program “Development” adalah bagian dari “carrots” yang diberikan AS kepada negara berkembang dan miskin untuk menciptakan image “citra positif” bahwa pemerintah AS itu sangat baik dan peduli pada nasib kemelaratan dan keterbelakangan negara-negara miskin/berkembang.
Tetapi tidakkah kita sadar bahwa program itu tidak lebih dari “proyek karitas” pemerintah AS untuk menutupi perilaku serakah mereka yang telah mengeruk aset-aset ekonomi negara-negara dunia ketiga? Perilaku ini sama seperti zaman Orde Baru dulu dimana pemerintah memberikan “kue” melalui program-program sosial/amal seperti pembagian sembako pada rakyat miskin atau buka bersama sambil membagi-bagikan sarung atau baju koko kepada tukang becak, anak jalanan dan kelompok miskin kota lain (dan jangan lupa sambil disiarkan TV!). Akan tetapi sang rezim beserta kroni-kroninya telah mengeruk aset-aset negara hampir tanpa kontrol. Departemen Sosial pada zaman Orba adalah sama seperti proyek “Development” pemerintah AS sekarang ini. Mereka memberikan program-program pengembangan (baca, “carrots”) untuk “melunakkan hati” masyarakat lokal dan menciptakan “citra baik” pemerintah AS akan tetapi di belakang mereka bermain melalui Exxon, Freeport, dll. Tidak ada yang gratis di dunia ini! Tetapi tampaknya kita belum sadar dengan jebakan skenario “3 D-Security” pemerintah AS ini.