Beranda Opinion Bahasa Kristen Kanan Di Amerika

Kristen Kanan Di Amerika

899
0

Seminggu sebelum kematiannya, tokoh evangelis Kristen berpengaruh di Amerika Serikat (AS), Jerry Falwell bercerita kepada wartawan CNN Christiane Amanpour, kalau dia ingin hidup 20 tahun lagi guna melengkapi visi Liberty University yang didirikannya pada tahun 1971 di Lynchburg, Virginia. Sambil mengutip cerita Hezekiah, yang dalam Bible dikisahkan minta tambahan ekstra umur 15 tahun, Pendeta Falwell bertutur, “I’m praying the same prayer with an option to renew.” Dia mengungkapkan bahwa tujuan minta penambahan umur itu untuk merealisasikan keinginannya mengembangkan Liberty University sebagai universitas Kristen evangelis utama baik di AS maupun dunia. Universitas Liberty yang dulu bernama Lynchburg Bible College itu mempunyai mahasiswa lebih dari 10 ribu yang tinggal di kampus dan 15 ribu yang mengambil kelas jauh. Falwell menyebut para mahasiswa di kampusnya sebagai calon evangelis Kristen masa depan.

Tetapi Tuhan ternyata berkehendak lain. Dia ditemukan tak sadarkan diri di kantornya di Liberty University. Ia meninggal di usia 73 tahun. Bagi banyak pengamat, selain menyisakan duka bagi sebagian kelompok Kristen, kematian Falwell membuka harapan baru bagi hubungan Islam-Kristen yang lebih positif di AS. Itu dikarenakan sang pendeta dikenal salah satu tokoh Kristen konservatif yang anti-Islam. Selain itu, Pdt. Jerry Falwell, pendiri Thomas Road Baptist Church di Lynchburg, Virginia yang memiliki jemaah lebih dari 24 ribu itu juga dikenal sebagai salah satu tokoh tua Kristen fundamentalist konservatif dan kontroversial serta anti homoseksual, pornography, drugs, aborsi, feminisme, liberalisme, sekularisme, dll yang dianggapnya sebagai dosa-dosa yang merusak bangsa dan Bible.

Zionisme Kristen

Jerry Falwell berpandangan bahwa Amerika dibangun di atas basis etika Judeo-Christian yang anti sekularisme dan liberalisme, dan karena itu dia menginginkan AS sebagai “rumah” buat Yahudi dan Kristen yang memelihara tradisi dan nilai-nilai kekristenan dan keyahudian. Karena pandangan (tepatnya keyakinan) inilah, dia menjadi salah satu founding fathers Christian Zionism, sebuah pandangan/paham yang menganggap negara modern Israel sebagai pemenuhan atas janji Bible. “Siapa yang mencintai Israel, maka akan dicintai Tuhan dan siapa yang membenci Israel maka akan dibenci Tuhan” adalah kalimat dalam Bible yang sering diulang-ulang oleh Falwell sebagai justifikasi teologis atas dukungannya terhadap gerakan Christian Zionism. Harap diingat, Falwell tidak hanya mendukung secara teologis dan keagamaan atas gerakan Christian Zionism ini melainkan juga secara politik dan financial. Selain mendirikan Christian Zionism, Falwell juga tercatat sebagai salah satu penasehat American Alliance of Jews and Christians, organisasi persekongkolan Yahudi-Kristen untuk menghadapi Islam yang didirikan oleh Rabbi Daniel Lapin.

Pada tahun 1980an, Partai Likud Israel membangun hubungan mesra dengan sayap kanan kristen AS, dan Falwell juga menjadi tokoh kunci dalam memobilisir kelompok Kristen konservatif guna mendukung apapun yang dilakukan Israel. Menurut sebuah sumber, sesaat setelah Israel mengebom reaktor nuklir Iraq pada tahun 1981, PM Israel waktu itu Menachim Begin menelpon Falwell minta agar ia menerangkan publik Kristen AS mengenai alasan-alasan pengeboman tersebut. Sara Diamond dalam bukunya Spiritual Warfare: the Politics of Christian Right mencatat bahwa melalui program khusus televisi dan perjalanan rutinnya ke Israel, Falwell telah memainkan peranan penting dalam mengarahkan kelompok konservatif Kristen agar “memperhatikan” masalah politik di Timur Tengah. Pada tahun 1979, Israel menghadiahi Falwell jet pribadi dan dua tahun berikutnya, Falwell menerima Israel’s Jabotinsky Award atas dukungan-dukungannya pada Yahudi Israel.

Melawan Civil Rights Movements

Pengaruh Falwell di panggung politik AS dimulai sejak 1973 ketika dia mengorganisir teman-teman pendeta dan politisi konservatif untuk menggalang massa melawan gerakan civil rights dan kebebasan yang disuarakan oleh American Civil Liberties Union (ACLU) yang dianggap telah menodai Kristen dan Bible. Bersama sejumlah tokoh Kristen fundamentalis dan politisi Partai Republik konservatif seperti Paul Weyrich, Terry Dollan, Richard Viguerie, James Kennedy, and Howard Phillip, maka dibentuklah gerakan “Moral Majority” dengan Falwell sebagai pemimpinnya. Organisasi Moral Majority ini mampu memobilisir masa Kristen konservatif dan mengantarkan Ronald Reagan dari Partai Republik ke Gedung Putih pada tahun 1980.

Sejak keberhasilan spektakuler itu, pamor dan pengaruh Falwell terutama di komunitas Kristen konservatif dan pendukung Partai Republik sangat kuat. Menurut Bill Berkowitz (2007), Falwell-lah, al, tokoh Kristen pendukung perang yang dilancarkan Ronald Reagan—tidak hanya perang Israel atas Palestine tapi juga serangkaian perang di Amerika Tengah dan Afrika yang telah menyebabkan kematian puluhan ribu orang. Falwell jugalah tokoh yang mendukung politik segregasi Apartheid di Afrika Selatan dan mengkritik Nelson Mandela karena usaha-usahanya dalam menjalin persekutuan dengan para tokoh Muslim anti Apartheid di negara tersebut.

Reputasi Falwell sebagai tokoh Kristen konservatif berpengaruh di AS kembali dibuktikan atas terpilihnya George W. Bush sebagai presiden selama dua periode. Falwell dan sejumlah tokoh Kristen konservatif lain seperti Pat Robertson, Franklin Graham, Jerry Vine, Richard Cizik, dll menjadi aktor kunci dibalik kemenangan Partai Republik dan kesuksesan Bush ke Gedung Putih mengalahkan John Kerry dari Partai Demokrat yang dianggap simbol liberalisme dan sekularisme AS. Falwell dan para tokoh “Evangelis Putih” ini juga menjadi pemain penting di balik “kebijakan” ndableg Bush, War on Terror. Pengaruh Falwell yang begitu kuat itulah yang menyebabkan kampus Liberty University menjadi tempat hilir-mudik para politisi Partai Republik dari George Bush sampai John McCain yang akan maju sebagai kandidat presiden tahun 2008 mendatang untuk minta restu dan dukungan. Meskipun dalam pemilu sela tahun lalu Partai Republik kalah telak, di kalangan pendukung partai ini, Falwell masih dianggap sebagai “penjaga tua” yang masih bertuah.

Relasi Islam-Kristen

Kini tokoh kontroversial itu telah dipanggil Tuhan. Meskipun begitu beberapa pandangan dan gagasannya masih membekas dan menyisakan pro dan kontra di kalangan masyarakat Kristen AS. Pandangan keras Falwell yang anti-drugs, free sex, aborsi, dll telah mengantarkan predikat Falwell sebagai “penjaga nilai-nilai traditional Kristen.” Tetapi kritiknya terhadap aktivis lingkungan dan HAM, dukungannya terhadap aneksasi Israel atas Palestine, perang Afghanistan, Iraq, dll, restunya atas kebijakan Bush War on Terror, komentar-komentarnya yang kasar terhadap Islam, Nabi Muhammad, Alqur’an, dll, serta support-nya atas aliansi Kristen-Yahudi dalam menentang dunia Islam, Arab, dan Timur Tengah telah menimbulkan reaksi keras tidak hanya dari kalangan publik Muslim di AS tetapi juga oleh komunitas Kristen-Yahudi sendiri yang berhaluan moderat. Banyak para tokoh Yahudi dan Kristen yang mengkritik keras khotbah-khotbah Falwell yang provokatif dan ofensif terhadap kaum Muslim dan Islam seperti ditunjukkan tokoh “sayap tengah” Kristen berpengaruh Jim Wallis dan sarjana senior dan rabbi Yahudi yang anti-perang dan pro perdamaian Marc Gopin. Mereka beranggapan bahwa dakwah-dakwah Falwell yang kasar lebih banyak memicu konflik dan kekerasan ketimbang mendorong proses perdamaian global antar dan inter agama. Mereka juga menilai dukungan Falwell terhadap kebijakan perang Bush telah menyebabkan citra bangsa AS hancur-lebur di mata dunia international.

Memang masih banyak para tokoh Kristen konservatif di AS yang berpandangan eksklusif dan konservatif seperti Jerry Falwell, akan tetapi kematiannya setidaknya telah membuka kembali lembaran baru yang lebih sehat dan demokratis khususnya hubungan antara Kristen dan Islam di AS yang berjumlah sekitar sembilan juta ini. Harap dicatat, selain banyaknya usaha-usaha mendestabilisasi hubungan Islam-Kristen di AS, upaya-upaya dialog agama-agama yang lebih konstruktif dan demokratis yang dilandasi spirit toleran, pluralisme, dan kebersamaan juga banyak dilakukan komunitas agama di AS. Ada banyak organisasi non-pemerintah dan institusi-institusi non-profit berbasis agama baik di kampus maupun di luar kampus di AS ini yang didedikasikan untuk membangun kultur toleransi, proyek-proyek kebersamaan dan perdamaian global antar umat beragama seperti yang dilakukan Georgetown University’s Center for Christian-Muslim Understanding, Hawaii University’s East-West Center, EMU’s Center for Justice and Peacebuilding, United Religions’ Initiatives, Mennonite Central Committee, serta beberapa seminary kampus terkemuka seperti Hartford Seminary, Harvard Divinity School, Boston Theological Institute, Fuller Theological Seminary, dan masih banyak lagi. Lembaga dan seminari ini menjadi salah satu pioneer pembangunan perdamaian universal antar umat beragama khususnya di AS.

Perdamaian global, kata Hans Kung, harus dimulai dari perdamaian agama. Akan tetapi perdamaian agama ini tidak akan terwujud kalau masing-masing umat beragama berpandangan sempit dan offensive terhadap sistem keagamaan orang lain seperti yang dilakukan almarhum Falwell. Selamat jalan Falwel.

Artikulli paraprakKiai Sahal dan Wacana Pemimpin Kultural
Artikulli tjetërPergolakan di Afganistan
Antropolog Budaya di King Fahd University, Direktur Nusantara Institute, Kontributor The Middle East Institute, Kolumnis Deutsche Welle, dan Senior Fellow di National University of Singapore.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini