Jadi jelas bahwa berdasarkan kajian kesejarahan, “tradisi hijab” bukanlah monopoli umat Islam. Bukan pula monopoli agama-agama Semit lain seperti Kristen dan Yahudi–yang merupakan “saudara tua” Islam. Tradisi berhijab ini sudah dipraktekkan oleh masyarakat–baik “masyarakat agama” maupun “masyarakat non-agama atau sekuler”–jauh sebelum munculnya agama-agama Ibrahim / Abraham ini.

Menariknya, masyarakat Arab pada mulanya tidak mengenal tradisi hijab ini. Kebudayaan Byzantium dan Persi-lah yang memperkenalkan “budaya hijab” ini ke masyarakat Arab.

Mungkin karena dianggap sebagai “tradisi baik”, sejumlah agama kemudian mengadopsi “tradisi hijab” ini menjadi bagian dari norma keagamaan. Memang jika kita mengkaji secara mendalam dengan perangkat keilmuan (bukan dengan keimanan) kita akan mendapatkan sejumlah tradisi atau kebudayaan masyarakat yang kemudian menjadi ajaran-ajaran normatif agama.

Dengan kata lain, ada budaya yang dinormakan atau “diagamakan.” Ada pula agama atau norma yang dibudayakan. Hijab adalah salah satu contoh dari budaya yang “dinormakan/diagamakan” tadi.

Dalam Islam sendiri tidak ada kesepakatan tunggal di kalangan ulama (sarjana Islam) dan fuqaha (ahli hukum Islam) tentang kewajiban berhijab buat perempuan Muslimah ini. Ada yang mengharuskan, ada yang membolehkan, ada pula yang tidak mewajibkan.

Ada yang bilang bahwa ayat tentang penggunaan hijab atau tirai itu hanya ditujukan untuk para istri Nabi Muhammad saja. Kata “hijab” sendiri dalam Bahasa Arab memang berarti “tirai” atau “pembatas” bukan merujuk pada jenis, bentuk, atau desain pakaian tertentu seperti yang kita lihat dewasa ini.

 Meskipun ada yang berpendapat bahwa perintah mengenakan hijab bagi perempuan itu diambil dari sejumlah ayat dalam Al-Qur’an, banyak juga yang berargumen bahwa pakaian hijab itu diderivasi dari Hadis Nabi dan pendapat para ulama & fuqaha.

Meskipun begitu yang jelas berhijab itu dimaksudkan untuk menutup aurat, dan penutupan aurat itu bisa dilakukan dengan jenis pakaian apa saja tidak melulu “jilbab”. Bisa dengan jeans, baju, kemben, dan seterusnya.

Asal menutup aurat, semua itu bisa disebut “busana Muslimah”. Mungkin lantaran tidak adanya “juklak dan juknis” yang jelas mengenai hijab ini, maka berbagai masyatakat Islam mengembangkan dan mempraktekkan kebudayan berhijab dan berpakaian masing-masing: abaya & niqab di Saudi, burqa di Afganistan, paranja atau paranji di Asia Tengah, chador di Iran, Yasmak di Turki, purdah di Asia Selatan, tudong di Malaysia, kerudung di Jawa dan seterusnya.

Artikulli paraprakTeroris, Pelaku Kekerasan Anti-Syiah di Saudi
Artikulli tjetërSejarah Hijab Bermula dari Masyarakat Non-Semit (2)
Antropolog Budaya di King Fahd University, Direktur Nusantara Institute, Kontributor The Middle East Institute, Kolumnis Deutsche Welle, dan Senior Fellow di National University of Singapore.

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini