Saya lihat banyak orang masih bingung membedakan antara “ajaran agama” dan “masyarakat agama”. Karena bingung, maka sering kali orang mencampuradukkan antara ajaran agama di satu sisi dengan pendapat sebuah masyarakat agama (baik individu atau kelompok) tentang “ajaran agama” itu di pihak lain.

Disinilah terjadi kesimpang-siuran: wacana dianggap doktrin, sementara yang doktrin malah diabaikan. Misalnya, kaum Muslim ribut soal kata “auliya”. Yang satu begini, satunya lagi begono. Padahal, yang mereka ributkan itu sejatinya adalah sebuah tafsir atau pendapat seseorang atau kelompok atas kata “auliya” itu.

Lucunya lagi, sebagian Muslim malah ngotot mempercayai dan meyakini pendapat seseorang / sekelompok (baca, “masyarakat agama”) tentang ayat atau ajaran agama tertentu seolah-olah merekalah “pemilik” ayat/ajaran agama itu. Bahkan bukan hanya ngotot tapi malah saling berantem mempertahankan dan membela “wacana” atau “pendapat” orang atau sekelompok masyarakat agama tadi, sementara melupakan esensi dari ayat atau ajaran agama.

Lebih parah lagi, sebagian umat malah lebih mempercayai dan meyakini pendapat, tafsir, dan “petuah” para “penceramah karbitan” atau “dai seleb” ketimbang para kiai-alim-ulama dan ahli tafsir yang mumpuni dan dididik berpuluh-puluh tahun dalam masalah keagamaan.

Sekarang saya melihat banyak “wacana keagamaan” yang diwartakan oleh komunitas atau masyarakat agama malah dianggap sebagai “ajaran agama” itu sendiri.

Padahal “ajaran agama” itu jelas berbeda dengan “masyarakat agama”: ajaran agama itu lentur, masyarakat agama yang kadang membuatnya kaku; ajaran agama itu bersifat multitafsir tetapi masyarakat agama yang sering kali membuatnya “monotafsir”; ajaran agama itu bersifat membebaskan tapi masyarakat agama kadang yang membuatnya terbelenggu; ajaran agama itu bersifat menerangi, masyarakat agama yang sering kali membuatnya menjadi gelap; ajaran agama itu kaya-makna, masyarakat agama yang sering kali membuatnya miskin-makna. Begitu seterusnya.

Perbedaannya lagi, yang tidak kalah substansial adalah: ajaran agama itu jelas sebuah “pegangan hidup” umat manusia, sedangkan “masyarakat agama” itu kalau dipegang baru hidup he..he.. [SQ]

Artikulli paraprakAdakah Kata Yang “Saru” Itu?
Artikulli tjetërAlgail
Antropolog Budaya di King Fahd University, Direktur Nusantara Institute, Kontributor The Middle East Institute, Kolumnis Deutsche Welle, dan Senior Fellow di National University of Singapore.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini