Adakah hubungannya antara pakaian dan kesalehan, antara jubah atau jilbab dengan kebaikan, moralitas, dan perilaku seseorang? Jelas tidak. Itu hanya sehelai pakaian. Tidak kurang, tidak lebih. Karena itu keliru besar jika orang-orang di Barat misalnya yang mengaitkan antara jubah & hijab dengan radikalisme, ekstremisme, anti-kemanusiaan dan seterusnya.

Hal itu sama kelirunya dengan sebagian kaum Muslim di Indonesia yang menganggap orang Islam lain yang tidak berjubah & berjilbab itu sebagai Muslim sesat. Lebih konyol lagi jika ada yang beranggapan bahwa surga itu hanya untuk kaum Muslim yang berjubah dan berjilbab.

Beragama itu tidak cukup hanya membaca ayat ini, hadis itu, perkataan ulama ini-inu, tanpa melihat konteks ayat, hadis, dan perkataan ulama tadi. Segala sesuatu ada konteksnya. Setiap dalil ada sejarahnya. Begitu pula risalah tentang “hijab” ini: ada sejarah dan konteknya.

Jika umat Islam membaca dengan teliti dan seksama diiringi dengan pemahaman sosial-kesejarahan, maka kita akan tahu bahwa sesungguhnya tidak ada “juklak” dan “juknis” mengenai berhijab ini. Karena itu sejumlah ulama dan fuqaha (ahli hukum Islam) melonggarkan aturan berhijab ini.

Sepanjang pakaian itu menutup aurat, maka itu sudah berhijab karena itu tidak ada bedanya antara kebaya Jawa dan abaya Saudi misalnya–semuanya “busana Muslimah”. Yang menganggap jeans dan kaos itu sebagai “busana kafir” dan “tidak agamis” juga keliru dan “unyu”. Kalau memang jeans, kaos dll sebagai “pakaian kafir” tentu perempuan-perempuan Muslimah Arab tidak memakai dong. Kenyataannya mereka memakainya dengan suka-ria. Luarnya pakai abaya, dalemannya macam-macam: jeans, kaos, training, dan lain sebagainya.

Membacalah dengan perspektif dan kacamata yang luas bukan dengan “kacamata” kuda. Jadilah elang atau rajawali, bukan kodok yang bersembunyi di dalam “gentong” atau tempurung yang sempit…

Artikulli paraprakAntara Hijab dan Hidayah
Artikulli tjetërArab Kristen dan Injil Bahasa Arab
Antropolog Budaya di King Fahd University, Direktur Nusantara Institute, Kontributor The Middle East Institute, Kolumnis Deutsche Welle, dan Senior Fellow di National University of Singapore.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini