Sejumlah kaum Muslim yang “lugu” di Indonesia sering berasumsi atau bahkan berkeyakinan bahwa Bahasa Arab itu “bahasa Islam”, “bahasa suci” atau bahkan menurut “Ustad Ucup”, “bahasa Surga”. Tetapi pada saat yang sama, lucunya, mereka mengafirkan dan “me-neraka-kan” Kristen dan Yahudi (atau non-Muslim secara umum).
Pertanyaanya: bagaimana dengan umat Arab Kristen dan Yahudi, yang seperti kaum Muslim Arab, juga menggunakan Bahasa Arab dalam kehidupan sehari-hari dan dalam berkomunikasi.
Tidak hanya itu, tata-cara beribadah (misalnya kebaktian Minggu untuk Kristen atau sabat untuk Yahudi), nama-nama tempat-tempat ibadah (Sinagog dan Gereja), dan kitab suci mereka juga menggunakan Bahasa Arab. Foto di bawah ini hanyalah sekedar contoh Kitab Perjanjian Baru umat Arab Kristen dan Kitab Talmud umat Arab Yahudi yang ditulis dengan Bahasa Arab.
Seperti saya jelaskan dalam berbagai postingan sebelumnya, dunia Arab bukan melulu “Dunia Muslim”. Di kawasan ini, ada berjuta-juta masyarakat non-Muslim: Kristen, Yahudi, Yazidi, Baha’i, Zarastutra, atau bahkan agnostik dan ateis.
Data dari Liga Arab misalnya menyebutkan ada sekitar 20 juta warga Arab yang memeluk Kristen. Mereka tersebar di Lebanon, Palestina, Suriah, Mesir, Irak, dan lain sebagianya. Masyarakat Arab Yahudi, meskipun tidak sebanyak umat Arab Kristen, juga ada disini seperti di Bahrain, Oman, Yaman dan lain-lain.
Karena Arab adalah bahasa mereka, maka umat Arab Kristen dan Yahudi ini juga bertutur-sapa dan berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari juga menggunakan Bahasa Arab. Seperti kaum Muslim, mereka juga bilang “Allahu Akbar, insha Allah, masha Allah, assalamu ‘alaikum, bismillah, alhamdulilah, shafaka Allah…”.
La iya dong pakai bahasa Arab, masak mereka bilang: sampurasun, sugeng enjing, selamat pagi dan lain sebagainya. Sudah tentu Bahasa Arab mereka jauh lebih fasih ketimbang para “Arab KW” yang “genit” suka berantum-antum dan berakhi-ukhti itu.
Jadilah umat Islam yang cerdas dan dewasa dalam berpikir dan bertindak. Perbanyaklah “turisme intelektual” supaya wawasan keagamaan dan keislaman kita semakin “bergizi” sehingga diharapkan semakin toleran dalam bersikap dan bertindak di masyarakat yang majemuk ini. Jangan cuma “wisata rohani” dan foto-foto di tempat-tempat suci melulu yang dibesar-besarkan…
Hal yang positif untuk semua bisa saling mengerti budaya sebuah negara,semoga artikel artikel ini membantu masyarakat indonesia mengerti arti bertoleransi👍
Komentar ditutup.