Jika di Indonesia, sejumlah “kelompok wudel bodong” antipati dengan China, Arab Saudi justru menjadi “auliya” alias teman baik Tiongkok atau Republik Rakyat China (PRC).

Relasi baik dan produktif Cina Saudi terjadi terutama sejak mendiang Raja Abdullah yang dikenal sangat moderat dan visioner yang memulai membuka jalinan positif dengan Republik Rakyat China dengan mengunjungi “Negeri Panda” itu. Sejak itu, berbagai kunjungan tingkat tinggi antar-kedua negara pun dilakukan.

Saudi memandang China sebagai partner yang sangat baik dan “tidak rewel” merecoki urusan “dalam negeri kerajaan. China pun memiliki pandangan yang sama. “Business is business”, politik dalam negeri urusan masing-masing.

Jadinya lancar. Saudi adalah eksportir minyak terbesar untuk China. Sedangkan China adalah importir minyak terbesar untuk Saudi.

Menurut Dr. Naser Al-Tamimi, pemangat Timur Tengah dan penulis buku “China-Saudi Arabia Relations”, ada sekitar 165 perusahan raksasa China yang beroperasi di Saudi dengan lebih dari 175 proyek besar di berbagai sektor pembangunan: dari konstruksi sampai telekomunikasi.

Kedua negara juga berkolaborasi di sektor keamaan dan pertahanan atau bahkan di dunia pendidikan. Duta Besar China di Saudi, Li Chengwen mengatakan ada ribuan mahasiswa Saudi yang belajar di China, dan ada sekitar 600 mahasiswa China yang belajar di Saudi di bidang perminyakan, teknik, dan hard science.

Sejumlah perusahaan raksasa Saudi seperti Saudi Aramco (di bidang perminyakan) dan Saudi Basic Industries Corp (SABIC) yang bergerak di bidang petrokimia juga membuka cabang di China dan menjalin kerja sama dengan China Petroleum & Chemical Corporation (Sinopec Group) dan Fujian Refining and Petrochemical Company.

Tidak seperti di Indonesia dimana sebagian masyarakat meributkan China dan komunisme, di Saudi adem ayem. Tidak ada sejentil makhluk pun yang mempermasalahkan soal relasi Saudi-China, apalagi soal komunisme.

Mereka justru heppiii dan berterima kasih kepada China karena telah menyediakan berbagai produk dari elektronik sampai pakaian (jubah, abaya, udeng-udeng, dlsb) yang terjangkau oleh masyarakat luas.

Hari gini ngomong komunis bangkit Dul Dul. Yang jelas “bangkit” itu “onderdilnya” Mamat kalau habis minum “ramuan Madura” he he…

Artikulli paraprakAbdullah dan Komunitas Syiah di kawasan Arab
Artikulli tjetërBelajar Mengelola Sekolah dari Malaysia
Antropolog Budaya di King Fahd University, Direktur Nusantara Institute, Kontributor The Middle East Institute, Kolumnis Deutsche Welle, dan Senior Fellow di National University of Singapore.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini