Uni Emirat Arab (UEA) adalah sebuah negara federasi gabungan dari tujuh “kerajaan federal” yang terletak di Jazirah Arab. Negara-kerajaan industri ini salah satu yang terkaya dan termaju di kawasan Arab Teluk sejak merdeka tahun 1966. Seperti negara-negara Arab Teluk pada umumnya, UEA juga penuh sesak dengan kaum migran yang membanjiri kawasan ini terutama sejak booming minyak tahun 1970-an, 1980-an, dan sejak usai Perang Teluk Irak-Kuwait.

Tercatat dari sekitar 10 juta penduduk UEA, hanya 15% saja yang “penduduk lokal” atau “pribumi” Emirat Arab, sisanya warga migran (ekspat) baik Arab non-Emirat maupun non-Arab, khususnya dari India, Bangladesh, Pakistan, Srilangka, Filipina, Thailand, dlsb. Banyaknya kaum migran di daerah ini berdampak pada terciptanya kemajemukan budaya dan agama.

Tidak bisa dipungkiri, masing-masing warga migran ini kemudian membentuk “sub-kultur” yang mereka bawa dari negara mereka masing-masing sehingga menyebabkan UEA menjadi kawasan sangat kaya dan warna-warni: budayanya, agamanya, tradisinya, tata-busananya, bahasanya, makanannya, aktivitas ekonominya, dan sebagainya.

Berbeda dengan Saudi atau Qatar misalnya yang cukup ketat dalam mengatur dan mengontrol perkembangan budaya dan agama yang dibawa oleh kaum ekspat, UEA sangat longgar dan terbuka dengan aneka ragam ekspresi budaya dan agama. Akibatnya, agama-agama non-Islam tumbuh pesat di negara ini. Tercatat ada sekitar 25% umat non-Muslim (Kristen 9%, sisanya Hindu, Budha, Baha’i, dan minoritas agama lain) di UEA.

Pemimpin politik UEA juga sangat fleksibel dengan aneka perkembangan budaya dan agama warga migran ini bahkan mereka, sejak almarhum Presiden Zayed Bin Sulthan al-Nahyan hingga kini yang dipimpin oleh putranya, Khalifa Bin Zayed Al-Nahyan, mengfasilitasi aneka tempat ibadah kaum migran.

Foto di bawah ini hanyalah contoh kecil di mana Syaikh Mubarak Al-Nahyan (Menteri Kebudayaan dan Pengembangan Komunitas) didampingi oleh Kardinal Pietro Parolin (dari Vatikan) dan Uskup Paul Hinder (Vicar Apostolic of Southern Arabia) sedang menghadiri acara inagurasi pendirian Gereja Katolik Santo Paul di Dubai yang diharapkan mampu melayani sekitar 70-an ribu umat Katolik di kota ini. Di kawasan yang sering disebut “New York-nya Timur Tengah” ini juga berdiri megah Gereja Katedral St. Joseph.

Dalam sambutannya, Syaikh Mubarak Al-Nahyan mengatakan bahwa “UEA sangat menghormati dan menghargai perkembangan dan perbedaan agama. Pembangunan gereja ini adalah sebagai bukti komitmen, penghargaan, dan penghormatan kami terhadap warga non-Muslim di UEA.” [SQ]

Artikulli paraprakHubungan Muslim-Kristen di Bahrain
Artikulli tjetërISIS, Bom Bunuh Diri, dan Ketidaksetujuan Mahasiswa Arab
Antropolog Budaya di King Fahd University, Direktur Nusantara Institute, Kontributor The Middle East Institute, Kolumnis Deutsche Welle, dan Senior Fellow di National University of Singapore.