Muridku, seorang warga Saudi-Bahrain, pernah berkisah tentang “jeroan / daleman” ISIS. Ia bukan anggota ISIS. Ia bahkan ikut kampanye penggebosan ISIS lewat media sosial dan lainnya. Penuturannya berdasarkan obrolan & wawancara dengan sejumlah orang yang anak atau saudaranya bergabung dengan ISIS (baik di Irak maupun Suriah).

Ada beberapa informasi yang ia tuturkan kepada saya. Pertama, para warga Arab yang direkrut menjadi “foot soldiers” ISIS rata-rata memiliki ciri-ciri berikut ini: (1) berusia muda-belia, mulai 17-an tahun yg gampang diprovokasi, (2) memiliki wawasan keagamaan yg sempit & konservatif, dan (3) jobless alias pengangguran.

Menurutnya ada dua hal yg menjadi motivasi utama mereka bergabung dengan ISIS: (1) jihad supaya kelak masuk surga dan (2) mendapatkan gaji rutin yang lumayan. Ia menuturkan ISIS itu seperti “perusahaan” yang merekrut karyawan dari mana saja. “Karyawan” yang mereka rekrut ada yang “karyawan biasa”, ada pula “karyawan profesional” alias “tenaga ahli” seperti ahli perminyakan.

Uang yg dipakai untuk menggaji mereka bersumber dari lahan-lahan minyak di Irak yang sudah mereka kuasai. Mereka jual minyak itu di “pasar gelap”. Ada beberapa negara (seperti Turki) yang bersedia menjadi penadah “underground market” ini.

Ia juga menuturkan ada sejumlah orang yang kecewa dengan ISIS. Pasalnya, waktu mereka bergabung dengan ISIS Suriah & berniat berperang melawan rezim Bashar Assad, anggota ISIS malah berperang sendiri dengan kelompok-kelompok “milisi pribumi” Suriah.

 Di Suriah memang ada sejumlah kelompok milisi yg berbeda agenda, motivasi, dan tujuan gerakan. Menurutnya, pada awalnya cukup banyak yang berminat menjadi “karyawan ISIS” tapi lama-lama  banyak yang  frustasi karena melihat propaganda-propaganda kosong-melompong para pimpinan ISIS.

Karena kecewa, akhirnya banyak yang mudik dan bikin onar di negara masing-masing untuk melampiaskan kekecewaannya. Mungkin saja sejumlah pengeboman di Lebanon, Perancis, Turki, Indonesia, Saudi, Kamerun dan lain sebagainya ada kaitannya dengan ini.

Meski begitu ia berpesan untuk tidak mudah percaya dengan klaim-klaim para “pembesar” ISIS “di Irak & Suriah atas sejumlah pengeboman di berbagai negara. Klaim-klaim  itu, katanya, hanya strategi saja untuk menunjukkan bahwa ISIS itu besar & berpengaruh.

Padahal kenyataanya tidak. Justru aksi-aksi terorisme di sejumlah negara itu, jika memang dilakukan oleh “jaringan ISIS”, menunjukkan bahwa ISIS saat ini tidak lagi  solid alias kacau-balau. Dengan kata lain, aksi-aksi terorisme itu bukan dilakukan oleh anggota ISIS tetapi oleh “bekas” atau “pembangkang” ISIS…

Artikulli paraprakBahasa Arab Bukan Monopoli Umat Islam
Artikulli tjetërCivil Pluralism Yes, Violence No
Antropolog Budaya di King Fahd University, Direktur Nusantara Institute, Kontributor The Middle East Institute, Kolumnis Deutsche Welle, dan Senior Fellow di National University of Singapore.