Kita sering berasumsi bahwa pekerjaan orang lain jauh lebih enak dan lebih baik ketimbang pekerjaan kita. Lembaga atau tempat kerja orang lain dipandang lebih aduhai daripada tempat kita bekerja. Padahal sebetulnya tidak begitu-begitu amat. 2-3 minggu ini saya sibuk menyeleksi berkas-berkas pelamar profesor baru di kampusku dan menjumpai sejumlah fakta yang cukup mengagetkan: ada seorang pelamar yang merupakan seorang profesor gaek dengan puluhan buku dan artikel akademik tapi denga gaji “mengenaskan” karena mengajar di sebuah negara yang “kurang menghargai” ilmuwan; ada pula yang sudah malang-melintang mengajar di Australia dan Eropa; ada pula sejumlah profesor senior dari Amerika.
Kenapa banyak para ilmuwan dari “negara-negara salju” ingin pindah ke “kerajaan gurun” ini? Sementara saya sendiri “kangen” salju setelah beberapa tahun meninggalkan Amerika Serikat, selain merindukan sawah-sawah dan pegunungan di kampung halamanku di Jawa Tengah tentunya. Jadi hidup ini memang sawang-sinawang kan? Padahal rumput tetangga belum tentu sehijau rumput kita. Karena itu syukurilah apa yang kita miliki. Cintailah apa yang kita kerjakan, bukan kerjakan apa yang kita cintai. [SQ]