Pemerintah Saudi menetapkan ketentuan baru tentang mahar atau “mas kawin” yang “lebih murah” sebesar SR50,000 (sekitar Rp. 190 juta) untuk gadis dan SR30,000 untuk janda. Peraturan baru ini konon untuk menurunkan jumlah, maaf, “perawan tua”. Peraturan ini bersifat imbauan bukan perintah karena “sistem mahar” tidak dipungut lewat pemerintah.
Di Saudi tercatat ada sekitar 4 juta perempuan dewasa yang belum menikah, angka yang sangat besar untuk ukuran negara-kerajaan ini. Penyebab utamanya, antara lain, karena rumitnya masalah perkawinan, mahalnya mahar dan biaya perkawinan termasuk sewa gedung dan pesta yang sangat mahal sekali.
Tidak heran jika banyak kaum muda Saudi yang tidak kawin-kawin (maksudku “nikah-nikah”) sehingga menyebabkan melonjaknya angka pertumbuhan “perawan tua” tadi. Karena itu meskipun poligami secara teori dihalalkan, realitasnya sulit dijalankan. Kaum muda Saudi yang saya tanya tentang poligami selalu menjawab: “Satu saja belum dan susah dapat apalagi empat.”
Secara teori, poligami memang menguntungkan orang kaya / mapan secara ekonomi.
Hal lain yang cukup menarik karena mahalnya biaya pernikahan ini, banyak pula yang memakai “cara budaya”, yakni melakukan kawin-mawin dengan siapa saja yang bersedia menurunkan standar mahar dan ongkos perkawinan.
Dalam hal ini, mahar perempuan Syiah konon lebih murah karena itu jangan heran jika kawin-mawin Sunni-Syiah sudah lumrah di sejumlah daerah. Menurut pengakuan warga Saudi, ada banyak suku, klan, sub-klan atau bahkan keluarga yang terdiri dari dua Sunni dan Syiah. Ternyata perkawinan bisa menyatukan Sunni-Syiah, meskipun kadang sejumlah tokoh agama dan politik berusaha memisahkan mereka.[SQ]