Salah satu “proyek kelas” yang saya suka adalah presentasi kelompok. Anggota grup selalu saya campur: Wahabi-Sunni-Syiah, Saudi-non-Saudi dan gabungan dari berbagai suku dan klan: dari “suku terhormat” sampai “suku biasa” supaya mereka bisa “lebih dekat” dan saling mengenali dan memahami. Di Saudi kita bisa mengenali mahasiswa dari golongan dan “trah” mana hanya dengan mengidentifikasi nama belakang mereka.

Aturan yang saya terapkan di kelas adalah: respek terhadap orang lain dan menghargai apapun pendapat orang lain. Topik saya tentukan semua menyangkut masalah sosial-politik-ekonomi masyarakat Arab/Saudi antara lain soal perempuan, imigrasi, kultur Badui, perubahan sosial, pendidikan, perkawinan, perbankan, modernisasi, pluralisme agama dan lain sebagainya.

Menarik sekali, dalam setiap diskusi selalu muncul beraneka ragam pendapat yang jauh dari kesan monolitik dan ekstrim. Banyak dari mereka bahkan yang mengekspresikan rasa senangnya karena saya telah memperkenalkan ilmu-ilmu sosial, khususnya antropologi dan sosiologi, kepada mereka dan bagaimana mendiskusikan, menelaah dan memahami masalah-masalah kemasyarakatan dari sudut pandang ilmu-ilmu sosial bukan dari perspektif teologi-keagamaan yang kadang-kadang, kata orang Jawa, “kaku-regeng” seperti tiang listrik. [SQ]

Artikulli paraprakMurid-Murid Arabku yang Warna-Warni
Artikulli tjetërPerlunya Menghargai Kebudayaan Lokal
Antropolog Budaya di King Fahd University, Direktur Nusantara Institute, Kontributor The Middle East Institute, Kolumnis Deutsche Welle, dan Senior Fellow di National University of Singapore.