Mendapat tugas baru dari kampus sebagai kepala komite penelitian di bidang ilmu-ilmu sosial yang beranggotakan sejumlah profesor dari berbagai negara termasuk Arab Saudi, Mesir, Pakistan, Sudan, China, dan sebagainya.
Salah satu tantangan terberat yang saya hadapi adalah bagaimana mengembangkan program-program riset sosial-akademik khususnya tentang Arab/Middle East studies yang imbang dan “obyektif” sehingga mampu menjadi “penengah” antara dua kubu ekstrim yang saling berlawanan: kubu “friendly” dan “pro” terhadap Arab/Timteng/Islam dan kubu “unfriendly” dan bahkan “antipati” terhadap hal-ikhwal yang berbau Arab/Timteng/Islam.
Dua kubu ini tidak hanya eksis di dunia akademik non-Barat, bahkan di negara-negara Barat pun yang konon menjaga “etika akademik”, masih bisa kita rasakan “pertarungan sengit” dua kubu ini.
Jika kita perhatikan dengan seksama dalam tempo yang cukup lama, kampus-kampus dan para ilmuwan di Barat mempunyai “jenis kelamin” dan “kecenderungan politik-akademik” yang berlainan mengenai studi-studi/kajian tentang Arab, Middle Eastern, maupun kaum Muslim secara umum.
Ada yang betul-betul tulus ingin mengkaji tentang dunia Islam/Muslim, ada pula yang bertujuan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan “the enemies“. Meskipun kontra, cara-cara mereka jelas jauh lebih beradab dalam mengekspresikan kekontraannya, ketimbang mereka yang hobi mencaci-maki umat lain serta merusak properti agama-agama lain hanya karena berbeda pandangan keagamaan. Semoga tugas dan amanat baru ini bisa saya jalankan dengan baik tanpa ada halangan berarti. [SQ]