Pendidikan dan kesejahteraan ekonomi memang dua hal yang berlainan. Orang yang berpendidikan tinggi, bergelar “mentereng” profesor-doktor dari kampus-kampus beken di jagat ini tidak secara otomatis menjamin bahwa ia berpenghasilan baik dan mendapat pekerjaan oke. Sebaliknya, orang-orang yang berpendidikan biasa saja atau bahkan tidak pernah mencium bangku sekolah sama sekali bisa jauh lebih “makmur” dan tajir secara finansial dan ekonomi.

Saya sering sekali mendapat email dari “kaum terdidik” dari Kanada, Amerika, India, Pakistan dan sebagainya yang minta saya membantu mereka mencarikan pekerjaan di kampus tempat saya mengajar saat ini. Ini bukan penipuan “mama minta pulsa” atau “papa minta saham” tetapi betul-betul para akademisi yang bernasib kurang beruntung mendapatkan pekerjaan dengan gaji super-mini atau melakukan aktivitas di luar bidangnya.

Sudah bukan rahasia lagi jika banyak para doktor di Barat kesulitan mencari pekerjaan yang sesuai dengan disiplinnya karena keterbatasan “pasar kerja”. Sehingga, terpaksa melakukan pekerjaan apa saja (termasuk “pekerjaan kasar”) untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sebagian dari mereka “kabur” mengadu nasib ke negara-negara non-Barat dan cukup sukses karena kampus-kampus di negara-negara non-Barat (termasuk Arab) sangat “kebarat-baratan” yan menganggap intelektual bule lebih hebat daripada akademisi non-bule.

Berkas-berkas lamaran para profesor baru yang saya seleksi juga banyak dari para pelamar bule, meskipun yang non-bule juga banyak, khususnya dari Arab, India dan Pakistan yang mendapat gelar PhD dari kampus-kampus mentereng di Barat, sebagian bahkan para profesor senior dengan karya akademik lumayan. Dalam menyeleksi berkas-berkas lamaran, saya tidak melihat bule-non-bule tetapi kualitas akademik, riset, publikasi, dan dedikasi.

Banyak dari mereka menyatakan alasan utama berkarir di sini karena ingin mendapatkan gaji tinggi dan fasilitas-fasilitas lain, bukan mencari pengalaman baru di dunia akademik dan riset. Siapapun mereka, jika alasan utamanya karena hal-hal yang bersifat “material”, pasti saya coret dari daftar. Kalau mau cari uang banyak jangan jadi akademisi tapi jadi pengusaha, “artis”, atau koruptor! [SQ]

Artikulli paraprakMeneliti Tanpa “Menghakimi” Masyarakat Arab
Artikulli tjetërMemperkenalkan Kebudayaan Arab dan non-Arab
Antropolog Budaya di King Fahd University, Direktur Nusantara Institute, Kontributor The Middle East Institute, Kolumnis Deutsche Welle, dan Senior Fellow di National University of Singapore.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini