Sebagai penikmat musik, khususnya “musik sekuler” bukan “musik reliji”, sudah cukup banyak jenis musik yang saya nikmati dari berbagai negara: bluegrass, country, jazz, rock, blues, pop, dangdut dan lain sebagainya.

Saya juga suka mendengarkan musik-musik Arab. Sesekali juga nonton “Arab Idol”. Di antara penyanyi-penyanyi Arab, termasuk Saudi, yang saya suka adalah Talal Maddah (yang dijuluki “the sound of the earth”), Muhammad Abdu (bintang pop Saudi), Nancy Ajram (bintang Lebanon), atau Asala Nasri (bintang Suriah).

Di antara negara-negara Arab, saya kira Lebanon yang paling banyak memproduksi aneka jenis musik & bintang-bintang  penyanyi keren. Meskipun banyak musik yang saya nikmati, tetapi tetap saja campur sari Jawa yang paling saya sukai.

Usia perkembangan musik sudah setua peradaban manusia sejak zaman Yunani kuno. Sebelum Islam lahir pada abad ke-6/7 M, musik juga sudah  berkembang di Jazirah Arab. Sejumlah ulama Islam juga pernah menulis tentang sejarah, jenis & teori-teori tentang  musik ini seperti Al-Kindi dan Abu al-Faraj di abad ke-9. Al-Farabi juga pernah menulis kitab khusus tentang musik (“Kitab al-Musiqi al-Kabir”).

Tidak semua orang, umat agama khususnya, suka musik-musik sekuler. Kelompok Kristen Amish dan kaum Wahabi-Salafi yang konservatif sama-sama mengharamkan mendengarkan “musik-musik sekuler”.

Dalam beberapa hal memang, saya perhatikan kelompok Wahabi-Salafi konservatif ini sama dengan kelompok Kristen Anabaptis konservatif, khususnya Amish, yang sering saya sebut sebagai “Kristen salafi”.

Meskipun (mungkin) ada kaum Muslim yang betul-betul tidak suka “musik-musik sekuler”, tetapi banyak juga yang menikmati secara diam-diam di ruang-ruang privat. Di antara murid-murid Arab/Saudiku, ada juga sebagian kecil yang tidak mau mendengarkan musik. Tetapi ada pula yang menikmatinya secara diam-diam: mulutnya menolak, tetapi kepala & kakinya goyang-goyang…

Artikulli paraprakMayoritas Pemuda Saudi Menyukai Pakaian Kasual
Artikulli tjetërMenurut Orang Arab, Jubah itu Budaya Arab
Antropolog Budaya di King Fahd University, Direktur Nusantara Institute, Kontributor The Middle East Institute, Kolumnis Deutsche Welle, dan Senior Fellow di National University of Singapore.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini