Suatu saat saya pernah ngobrol dan berdiskusi berjam-jam dengan seorang ulama dan salah satu tokoh Syiah kharismatik di Saudi yang bernama Syaikh Humaidan. Rumahnya adalah perpustakaannya yang dipenuhi dengan ribuan kitab. Menariknya lagi, buku-buku koleksinya tidak hanya karangan para sarjana Syiah tapi juga ulama Sunni dan non-Syiah lain.
Waktu itu saya memperkenalkan diri sebagai pengikut Sunni, maka beliau pun menunjukkan berbagai kitab yang ditulis oleh para ulama Sunni seperti Imam Syafi’i, Ghazali, Syathibi, Thabari, Ibn Rusyd, Imam Qurtuby, dan masih banyak lagi. Ia mengatakan bahwa kitab-kitab itu ia peroleh dengan cara menyelundupkannya dari Lebanon, Irak, dan lain-lain.
Memang sangat sulit untuk menemukan berbagai kitab di Saudi karena penerbit buku sangat dibatasi. Kalaupun ada penerbit atau percetakan buku, paling-paling cuma mencetak atau menerbitkan Al-Qur’an atau kitab-kitab yang berhaluan Salafi-Wahabi.
Oleh karena itu, bagi akademisi yang berminat untuk memperluas cakrawala pemahaman wacana keislaman dan keagamaan, mereka “berburu” kitab di negara-negara diluar Saudi, baik di kawasan Arab maupun Barat.
Dan menariknya lagi, meskipun sebagai ulama Syiah, Syaikh Humaidan mengakui kalau menggunakan berbagai kitab Sunni itu untuk berdiskusi dan memperdalam wawasan tentang berbagai masalah sosial-keagamaan-keislaman.
Tradisi akademik di Syiah memang sangat mapan. Jaringan internasional intelektual Syiah-Iran juga angat mapan di Barat. Di kampus-kampus Barat, juga sangat mudah dijumpai para akademisi dan sarjana yang berlatar Syiah atau Iran.
Mereka juga menerbitkan jurnal-jurnal akademik yang sangat bagus dan berkualitas. Mereka punya klub-klub studi dan kajian yang sangat mapan. Mereka punya lembaga-lembaga scholarship yang luar biasa dan berjasa dalam memperkenalkan keislamaan di dunia Barat.
Disaat kaum Syiah mengembangkan tradisi kajian akademik-ilmiah yang luar biasa dahsyatnya, sejumlah kelompok “Sunni ekstrim” dan “Islam pentungan” justru sibuk menyesat-kafirkan Syiah.
Sibuk dengan halal-haram, sibuk dengan diskusi tauhid yang diulang-ulang selama ratusan tahun dan hal-hal lain yang sangat tidak produktif dan tidak bermutu sehigga membuat mereka tampak bebal, “lugu” (lucu dan wagu) bin dungu yang hanya bisa memprovokasi massa dan warga awam dengan “pengajian kebencian,” buku-buku picisan, dan spanduk-spanduk murahan anti-Syiah.[SQ]