Seperti biasa setiap akhir semester saya selalu menyempatkan berfoto bersama dengan murid-muridku sebagai kenang-kenangan. Dengan foto-foto ini setidaknya mengingatkan saya tentang aneka ragam “perilaku” para mahasiswaku di dalam dan di luar kelas. Jujur saja, saya banyak belajar dengan mereka. Bagiku, mereka bukan hanya murid tetapi juga guru yang mengajarkan banyak hal tentang aneka kebudayaan Arab yang sangat kaya dan warna-warni. Di akhir kelas saya selalu berpesan kepada mereka untuk menghargai agama dan kebudayaan orang dan bangsa lain sebagaimana mereka menghargai agama dan kebudayaannya sendiri.
Semua mahasiswaku adalah laki-laki. Sistem pendidikan di Saudi itu dipisah antara laki-laki dan perempuan. Setiap kampus memiliki “pondok putri” dan “pondok putra”. Kampusku ini, King Fahd University of Petroleum and Minerals (KFUPM), satu-satunya yang hanya menerima laki-laki, meskipun belakangan ada desas-desus untuk membuka pendaftaran untuk mahasiswi.
Ada juga universitas yang hanya terdiri dari kaum perempuan saja yaitu Princess Nora University yang disebut-sebut sebagai “kampus perempuan” terbesar di dunia. Tapi ada juga yang campur (meski hanya untuk mahasiswa paska sarjana), yaitu King Abdullah University of Science and Technology (KAUST).
Beda dengan kampus-kampus lain di Saudi, KFUPM adalah kampus modern yang menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Meski begitu, Bahasa Arab kadang-kadang digunakan di dalam kelas waktu diskusi. Kampus ini mengikuti sistem, kurikulum, dan model pendidikan di Amerika. Di kampus inilah dulu, para petinggi Saudi bercita-cita atau memiliki visi ingin membangun sebuah kerajaan yang maju dan modern berbasis pengetahuan dan teknologi sebagaimana Barat, khususnya Amerika. Hampir semua petinggi kampus dan pengajar di sini memang alumni Amerika atau Eropa Barat. Amerika memang dulu ikut terlibat dalam proses pendesainan kampus ini.
Murid-murid yang masuk di sini juga diseleksi secara ketat, biasanya ranking 1-3 di masing-masing SMU baru bisa seleksi di sini, tidak peduli apakah mereka Sunni atau Syiah. Setelah masuk, mereka ditraining Bahasa Inggris oleh “bule-bule” dari Inggris dan Amerika Utara selama 1-2 tahun sebelum ikut kuliah. Kuliah di kampus ini gratis dan setiap mahasiswa dikasih uang saku setiap bulan serta tinggal di asrama di dalam kampus.
Di kampus ini mahasiswa, staf, dan pengajar campur dari berbagai latar-belakang Islam dan agama: Sunni, Syiah, Kristen, Yahudi, Hindu, agnostik, dan non-Muslim lain. Para dosen bule juga banyak sekali. Karena kualitas pendidikan yang baik inilah, maka para alumni kampus ini ditunggu-tunggu oleh industri-industri besar di Saudi. Semoga murid-muridku mendapatkan prestasi gemilang di kemudian hari, apapun profesi mereka. [SQ]