Siapa yang tidak kenal dengan sosok Hermanto Tanoko? Seandainya Anda belum mengenalnya, silakan tanyakan ke “Kang Google” saja. Beres. Seabrek data mengenai dirinya ada disana. Hermanto Tanoko adalah bos Cat Avian yang dirintis oleh almarhum ayahnya, Soetikno Tanoko, serta lebih dari 70 perusahaan lainnya dengan lebih dari 300 brand di berbagai bidang dan produk.
Satu hal yang mungkin perlu Anda ketahui: ia bukan hanya seorang konglomerat dan pebisnis sukses yang namanya masuk Forbes sebagai salah satu orang terkaya Indonesia dari Jawa Timur tetapi juga dikenal luas sebagai orang yang sangat berbakti pada kedua orang tuanya.
Sangking cintanya pada papa-mamanya, ia sempatkan hampir setiap hari, di tengah kesibukannya yang luar biasa, untuk menjenguk mereka guna menyuapi, memeluk, mencium, atau menemani bermain mahyong. Karena itu tak heran jika foto-fotonya bersama orang tuanya lebih sering dijumpai ketimbang dengan rekan bisnis, sohib konglomerat, atau pejabat publik.
“Saya sering berdoa agar Tuhan menambah umur papa-mama dengan cara mengurangi umurku,” paparnya dalam sebuah diskusi semalam yang diadakan Perkumpulan Boen Hian Tong, Semarang. Doa ini merupakan ekspresi kecintaan yang mendalam seorang anak terhadap orang tua.
“Jika orang tua sukses, anak-anak mereka menjadi raja diraja. Tetapi jika anak-anak yang sukses, banyak orang tua mereka menjadi hamba sahaja, tinggal di panti jompo atau hidup tak terurus terlunta-lunta,” katanya.
Ia tak ingin menjadi anak durhaka. Baginya, makan kacang bersama-sama orang tua jauh lebih bermakna ketimbang makan makanan mewah tanpa mereka.
Kenapa Hermanto Tanoko begitu taat, berbakti dan cinta pada orangnya?
Hal itu lantara ia merasa kesuksesan yang ia dapatkan sekarang ini tidak lepas dari kerja keras, didikan dan teladan orang tuanya. Orang tuanya memang sosok yang luar biasa tangguh dalam menghadapi pahit-getirnya kehidupan (sang ayah sudah wafat tahun 2020 lalu di usia 95 tahun).
Karena tak punya rumah, pada awal 1960an, mereka pernah “keleleran” tinggal di emperen keleteng di lereng Gunung Kawi selama berbulan-bulan. Saat memulai usaha kecil-kecilan, mereka juga pernah tinggal di sebuah gubuk kandang ayam, tempat bayi Hermanto dilahirkan (yang ini agak mirip denganku. Bedanya kalau saya lahir di sebuah gubuk kandang kambing, agak mirip dengan Yesus).
“Orang tuaku mengajarkan hidup kerja keras, bersahaja, disiplin, tekun, ulet, irit, dan penuh perhitungan,” paparnya. “Papa adalah orang yang bertangan dingin. Kerja kerja kerja. Tanpa banyak bicara,” tandasnya. Awal usaha orang tua dimulai dari toko kelontong palawija, kemudian cat. Awalnya ia cuma menjualkan cat milik teman, sebelum ia kembangkan sendiri secara otodidak.
“Papa kemana-mana selalu naik bus. Meski belakangan punya mobil pun, ia tetap naik bus. Sering diusir dan dibentak oleh para preman. Tapi ia tak kapok” paparnya. “Kan tidak tiap hari ketemu preman. Lagi pula naik bus itu irit,” jelas ayahnya. Bukan hanya baik bus, papanya juga selalu membawa bekal makanan dari rumah kalau ke kantor. Jadi irit.
Tetapi konsep irit bagi papanya itu bersifat “ke dalam” (untuk diri sendiri) bukan “ke luar” (untuk orang lain). Papanya memang dikenal sangat dermawan yang membantu banyak orang, sebuah “spirit” dan “etos” yang kemudian kelak diwariskan, dilanjutkan, dan dipraktikkan oleh Hermanto. Karena itu jangan heran, kalau kini Hermanto Tanoko merintis pendidikan gratis untuk anak-anak yatim piatu di seantero Indonesia.
“Kami akan ajarkan mereka dunia wirausaha supaya kelak mereka bisa hidup bahagia, sukses, dan berdikari di satu sisi tetapi juga memiliki kepedualian dan kepekaan sosial-kemanusiaan di pihak lain,” paparnya.
Baginya, bisnis harus dilakukan dengan hati dan tujuan yang baik untuk membantu kemanusiaan, bukan untuk memupuk pundi-pundi kekayaan diri dan keluarga. Bisnis juga harus di bidang-bidang yang baik dan bermafaat untuk masyarakat banyak, bukan di hal-hal yang bisa merusak moralitas dan kesehatan jasmani-rohani masyarakat.
Akhirul kalam, mengutip ucapan yang sering dilontarkan oleh arek Tionghoa Jawa Timur ini, “Semangat pagi dan salam bahagia.” Semoga Anda bisa mencontoh sosok Hermanto Tanoko: menjadi orang yang sukses dalam bisnis tetapi tetap mencintai orang tua, keluarga, dan umat manusia
Jabal Dhahran, Jazirah Arabia
Inspiratif banget tulisan ini. Terimakasih kang