Kira-kira apa yang ada di dalam pikiran para mahasiswa “unyu-unyu” ini? Mereka demo memperjuangkan sistem “Khilafah” sementara pada saat yang bersamaan menolak sistem demokrasi.
Sepertinya mereka ini adalah para cheerleaders Hizbut Tahrir, sebuah organisasi politik transnational pan-Islam berhaluan Sunni yang didirikan tahun 1953 di Palestina oleh Taqiuddin al-Nabhani yang memimpikan pendirian kembali sistem politik-pemerintahan khilafah Islam.
Tidak ada salahnya demonstrasi model beginian yang sebetulnya sudah sangat sering di Indonesia. Tetapi menjadi sangat lucu jika pada saat yang bersamaan para cheerleaders ini menolak dan bahkan memaki-maki sistem demokrasi.
Para elit HTI ini pura-pura berlagak pilon kalau demokrasi-lah sebetulnya yang membuat mereka bebas berkeliaran dan mengekspresikan pendapatnya. Karena itulah “orpol” ini bisa eksis dan unjug gigi di Indonesia, Amerika, Australia, Inggris, atau Kanada. Di belahan dunia lain, organisasi ini dilarang atau dibekukan.
Menurut catatan “Islam Watch”, organisasi ini dilarang di mayoritas negara-negara Arab dan Timur Tengah, termasuk Saudi, Tunisia, Mesir, Libia, Qatar, dan lain sebagainya. Mereka juga dilarang beroperasi di negara-negara bekas Uni Soviet yang berbasis Muslim di Asia Tengah seperti Kazakhstan, Kirghistan, Uzbekistan dan tan-tan yang lain. Sejak 2003, Hizbut Tahrir juga dilarang di Rusia dan sejumlah negara lain seperti Jerman, Belanda, Bangladesh, Singapore, dan lain sebagainya.
Pada masa Pak Harto, mereka bersembunyi atau “ngumpet” karena kalau menampakkan batang hidungnya pasti sudah “didor” atau disel. Maka sangat naif jika setelah Pak Harto melengserkan diri dan demokrasi pelan-pelan menyapa kembali Indonesia, para cheerleaders ini bukannya berterima kasih malah memaki-maki demokrasi, Pancasila, NKRI, dlsb sebagai “kafir” lah, “lampir” lah.
Bukannya insaf dan menyadari kekhilafannya, mereka malah seenak-perutnya sendiri berkoar-koar mau menegakkan sistem politik “zaman batu” yang sudah porak-poranda…