Belum lama ini saya mengadakan survei dengan responden para mahasiswaku (sekitar 100 mahasiswa) yang mayoritas beretnik Arab dan warga Saudi. Survei ini bersifat “confidential” (rahasia) dan identitas mahasiswa tidak diketahui.

Salah satu pertanyaan dalam survei adalah: “Agar lebih Islami, apakah masyarakat Muslim non-Arab harus meniru dan mencontoh masyarakat Arab dan menjalankan kebudayaan mereka?” Jawaban mereka, sekitar 60 persen bilang “tidak”, 12 persen bilang “ya”. Selebihnya, “mungkin” dan “tidak tahu”.

Saya tidak tahu secara pasti apakah jawaban mereka itu ada kaitannya dengan “doktrin-doktrin” pentingnya menghargai pluralitas budaya, agama dan masyarakat yang selama ini saya “ajarkan” di kelas atau mungkin karena pengaruh pendidikan yang semakin meningkat atau karena gelombang modernisasi dan “internetisasi” yang mewabah di kawasan Arab.

Apapun faktor-faktornya, yang jelas hasil survei ini sedikit menggembirakan (setidaknya buatku), meskipun masih banyak tantangan cukup besar menghadang di depan mata. Bukan suatu hal yang mustahal jika kelak kaum Muslim Arab dan Saudi khususnya bisa menjadi lebih maju, terbuka dan toleran. Dan bukan suatu hal yang mustahal pula jika kelak kaum Muslim Indonesia justru “nyungsep” menjadi umat yang bebal, tertutup dan intoleran.

Di saat masyarakat Arab mulai lelah dengan konflik dan kekerasan serta mulai menyadari pentingnya keragaman dan hidup bertoleransi, sejumlah kaum Muslim di Indonesia justru menjadi umat intoleran dan anti-kemajemukan. [SQ]

Artikulli paraprakPerempuan Arab dan Mall
Artikulli tjetërAda Barat di Dunia Arab
Antropolog Budaya di King Fahd University, Direktur Nusantara Institute, Kontributor The Middle East Institute, Kolumnis Deutsche Welle, dan Senior Fellow di National University of Singapore.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini