Dengar-dengar, PKS (bukan Partai Kardus Sejahtera) sedang memperjuangkan pembentukan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Tokoh Agama (dan simbol-simbol agama).
Beberapa hal yang ingin saya sampaikan:
Pertama, Indonesia itu negara hukum, jadi konsekuensinya, siapapun yang diduga bersalah dan melakukan pelanggaran hukum, harus diproses secara hukum tanpa padang bulu, baik bulu ketek maupun bulu jembut: tak peduli tokoh agama kek, tokoh politik kek, tokoh adat kek, tokoh masyarakat kek, tokoh preman kek, dan seterusnya.
Lagi pula, kenapa hanya tokoh agama yang mau “dilindungi”? Apa sih istimewanya tokoh agama itu dibanding tokoh-tokoh lain sehingga perlu dilindungi kayak hewan-hewan langka saja? Kenapa tidak bikin RUU Perlindungan tukang ojek, petani, atau begenggek misalnya? Apa istimewanya tokoh agama dengan rakyat biasa? Mau pakai lebel tokoh agama pun, kalau bejat tetap saja bejat.
Kedua, apa definisi dan kriteria tokoh agama yang dimaksud PKS? Dalam antropologi agama, ada ratusan definisi tentang “agama”. Apa yang mereka maksud dengan “agama”? Apa kriteria sebagai “tokoh agama”?
Karena faktor politik dan kepentingan tertentu, banyak orang yang pantasnya sebagai “penjual toko” kemudian ditokohkan, banyak orang yang sebetulnya kriminal kemudian diulamakan atau dipacaki atau didandani ulama sementara yang bener-bener ulama malah dikriminalkan, tukang demo jalanan dianggap tokoh Muslim, preman dianggap ustad, tukang pukul dianggap penceramah, tukang jualan obat dikira ahli Islam, tukang bacot dan fitnah dianggap habib, dlsb.
Sementara yang bener-bener kiai, tokoh Islam, dan alim-ulama atau “habib ori” yang mumpuni malah dikafir-sesatkan, difitnah, dan dicaci-maki hanya karena beda pilihan politik, beda kepentingan, beda mazhab, beda tafsir, beda pandangan, beda ormas, beda parpol, atau bahkan beda pilihan paslon.
Ketiga, harus diperjelas mau memperjuangkan RUU perlindungan tokoh agama atau tokoh Islam? Mau memperjuangkan perlindungan simbol-simbol agama atau simbol-simbol Islam?
Sering kali orang-orang Indonesia, apalagi penggedenya, menggunakan kata “agama” itu, dalam praktiknya, yang dimaksud dan berlaku itu hanya “Islam”, bukan agama-agama lain, baik agama impor maupun yang produk dalam negeri.
Karena itu, dalam “UU Penodaan Agama” misalnya, yang dimaksud atau dalam praktiknya “UU Penodaan Islam”. Jadi, kalau ada kasus yang dianggap “menodai Islam”, barisan odong-odong yang somplak ndase langsung bergerak secepat kilat melebihi kecepatan cahaya.
Tapi ketika ada kasus-kasus yang menodai agama-agama lain (Kristen, Buddha, Hindu, atau agama-agama lokal), seperti biasa, mata mereka mendadak picek, kuping mereka mendadak budeg, dan ingatan mereka mendadak pikun.
Karena itu, sudah bisa ditebak kemana arah para begundal tengik petualang politik berkedok agama itu ketika mau merancang RUU Perlindungan Tokoh Agama yang kata mereka untuk melindungi para tokoh agama dan simbol-simbol agama.
Dalam praktiknya nanti, RUU tersebut pasti digunakan sebagai alat untuk melindungi tokoh-tokoh Islam dan simbol-simbol Islam tertentu, lebih khusus lagi tokoh-tokoh Islam yang pro, sevisi-misi, sekroni, dan mendukung mereka meskipun melakukan kejahatan dan kebejatan, serta untuk menjerat orang-orang dan tokoh-tokoh yang kontra dengan mereka.
Jelasnya, RUU Perlindungan Tokoh Agama itu gombal mukiyo, nggedebus, dan ndoboli rakyat dan umat saja. Juga supaya ada kesan kalau PKS itu memperjuangkan Islam dan para tokoh agama. Telek benyek!
Jabal Dhahran, Jazirah Arabia